Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk menyebut Rusia dan Iran telah merestui rezim Assad untuk melakukan pembantaian di Ghouta Timur.

Berbicara kepada wartawan setelah pertemuan informal para pemimpin Uni Eropa di Brussels, Tusk mengatakan bahwa pemerintah Rusia dan Iran telah membiarkan kebrutalan yang dilakukan rezim Assad.

“Rezim Assad secara brutal menyerang pria, wanita dan anak-anak yang tidak bersalah. Para pendukungnya termasuk Rusia dan Iran hanya membiarkan ini terjadi,” katanya pada Jum’at (23/02).

Selanjutnya, Tusk mendesak Rusia-Iran untuk menghentikan serangan rezim Assad ke wilayah Ghouta Timur. Penguasa Suriah diminta memberikan akses bantuan bagi warga sipil.

“Kami mendesak mereka untuk menghentikan kekerasan ini. Uni Eropa meminta gencatan senjata segera, dan untuk memberikan akses kemanusiaan yang mendesak untuk perlindungan warga sipil,” ungkapnya.

Perlu diketahui, pernyataan ini muncul setelah adanya pembantaian yang dilakukan rezim Assad di Ghouta Timur selama enam hari. Sampai saat ini, Observatorium HAM Suriah melaporkan bahwa korban tewas telah mencapai angka 400 orang dan 2.100 lainnya mengalami luka-luka.

Meski situasi di Suriah begitu pemprihatinkan, Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia tetap mengatakan bahwa Rusia tidak akan mendukung sebuah proposal gencatan senjata PBB. Dia menyebut gencatan senjata itu “tidak realistis”. (Ima)

Redaktur: Dio Alifullah
Sumber: Anadolu

Tidak bisa diaksesnya akun Ustaz Abdul Somad di platform media sosial Instagram menimbulkan banyak pertanyaan dan spekulasi. Akun dengan pengikut sejumlah 1,5 juta itu tiba-tiba lenyap per Sabtu (24/2) malam.

Pakar media sosial, Hariqo Wibawa Satria menyampaikan ada beberapa kemungkinan jika sebuah akun tidak lagi bisa diakses. Pertama karena diblokir oleh pihak Instagram sendiri atau dilaporkan oleh banyak akun di platform terkait.
Hariqo mengatakan Instagram memiliki kebijakan penggunaan yang dijelaskan sebelum seseorang membuat akun. Seperti tidak mengunggah konten-konten yang melanggar norma, kekerasan, pornografi, hak cipta, ujaran kebencian, pertentangan hingga plagiarisme.
Jika melanggar, Instagram berhak menghapus konten. “Tapi akun Ustaz Abdul Somad ini kan akun ulama yang isinya baik-baik dan positif, jadi kemungkinan di suspend karena dua hal,” kata dia pada Republika, Ahad (25/2).
Pertama, akun dilaporkan oleh orang lain. Kedua, akun dilaporkan oleh pemilik akun sendiri. Kemungkinan kedua nampak tidak mungkin karena UAS mengakui akun tersebut miliknya sendiri, bukan orang yang mengaku dirinya.
Penghapusan akun pun bisa jadi karena banyak laporan dari banyak akun lainnya. Menurut Hariqo, Instagram masih lebih lambat daripada YouTube dalam menanggapi laporan. Bisa jadi dua hari kemudian baru ada aksi.
Selain itu, kasus ini juga terkait salah satu kelemahan media sosial yakni sistem verifikasi individu. Satu orang di dunia nyata bisa memiliki hingga ratusan akun di satu platform media sosial. Sehingga bisa saja satu akun diserang akun-akun palsu.
Menurut laman Facebook Ustaz Abdul Somad, akun instagram sudah tidak bisa diakses sejak Sabtu. “Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh. Sahabat-sahabat yang kami sayangi, kami ingin menyampaikan bahwa sejak tadi malam (Sabtu, 24 Februari 2018) kami sudah kehilangan akses terhadap akun Instagram resmi Ustadz Abdul Somad, Lc. MA @ustadzabdulsomad, tanpa ada pemberitahuan apa-apa,” katanya.
Lebih lanjut, laman Facebook Ustadz Abdul Somad mengatakan hal ini tidak akan memadamkan semangat berdakwah. “Satu pintu kalian tutup akan terbuka pintu yang lainnya (UAS),” katanya.(kl/rol)
Kemarin sore, karena desakan ribuan warganet kepada IG, akun Ustadz Abdul Somad kembali dipulihkan.

Ghouta Timur di pedesaan Damaskus, beberapa hari terakhir menyaksikan gempuran paling sengit yang belum pernah terjadi. Mesin pembunuh rezim Assad dan Rusia menjatuhkan ribuan bom ke kota yang pernah mengalami serangan kimia pada 2013 lalu itu. Tercatat sudah empat ratus lebih korban tewas dan ribuan luka-luka.



“Hari ini, kami menjalani hari-hari terburuk dalam hidup kami di Al-Ghautah,” kata direktur rumah sakit Ghouta Timur, dr. Amani Balour, Rabu lalu, menggambarkan kondisi Ghouta Timur.

Gempuran dan serangan bukan menjadi hal baru bagi Balaour selama lima tahun bertugas di kota tersebut. Namun, serangan yang dimulai pada Ahad itu belum pernah disaksikannya. “Saya belum pernah manyaksikan gempuran sedahsyat ini,” imbuhnya.

Dokter lainnya menggambarkan bahwa yang terjadi di kota yang terkepung sejak 2013 itu merupakanpembantaian terbesar di abad ini. Ia pun menyamakan situasi di Ghouta Timur seperti pembantaian yang pernah terjadi di era 80 dan 90-an.

“Jika pembantaian yang terjadi tahun 1990-an adalah di Srebrenica, dan pembantaian tahun 1080-an di Halabja, Sabra dan Shatila, Ghouta timur adalah pembantaian terbesar yang terjadi abad ini,” kata sumber tersebut seperti dilansir The Guardian.

Ia mengisahkan kejadian yang baru dialaminya, sebelum berbicara kepada The Guardian. Di tengah bombardir sengit, datang seorang anak kecil mukanya sudah membiru dan nafasnya tersengal-sengal. Mulutnya penuh debu. Dengan sigap, ia segera mengeluarkan debu-debu tersebut dari mulutnya. Saya, lanjutnya, sudah tidak berpikir apa yang saya kerjakan itu sesuai dengan panduan buku ilmu kedokteran. Paru-paru anak tersebut telah terinfeksi debu. Anak itu ternyata baru selamat dari reruntuhan bangunan yang hancur akibat bom.

Dokter-dokter yang ada di Ghouta Timur sejak Ahad lalu harus bekerja 24 jam untuk mengobati korban luka-luka yang terus berjatuhan. Laporan adanya sejumlah fasilitas medis yang menjadi target serangan udara tak menghentikan mereka melayani pasien.

Dokter Fares Oreiba, yang juga bertugas di Ghouta Timur, mengatakan bahwa sebagian besar korban tewas adalah anak-anak dan perempuan. Dia menggambarkan bahwa yang terjadi di tempatnya bekerja hari ini adalah bencana kemanusiaan.

“Saya dapat memberitahu Anda bahwa situasinya sudah mencapai tahap bencana. Ada empat rumah sakit yang hancur sehingga tidak dapat digunakan lagi untuk membantu warga Ghouta Timur,” katanya kepada CNN melalui sambungan telepon.

Terlepas dari situasi tragis, Federasi Organisasi Perawatan Kesehatan dan Bantuan mengungkapkan bahwa warga saat ini tidak dapat menemukan tempat untuk berlindung. Mereka ingin menyelamatkan nyawa, tapi kelaparan yang mereka derita akibat blokade membuat tubuh mereka lemah.

Rezim hanya membolehkan konvoi bantuan masuk sekali sejak November 2017. Hal itu menunjukkan di Ghouta Timur saat ini sedang terjadi krisis makanan.

Menurut BBC, harga roti sekarang 22 kali lebih tinggi dari harga rata-rata nasional. Sebanyak 11,9 persen balita sangat kekurangan gizi, yang merupakan angka tertinggi sejak pecahnya konflik di tahun 2011.

Di sisi lain, Amnesty International mengatakan bahwa “kejahatan perang mengerikan” dilakukan di Ghouta timur dengan tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. “Orang-orang tidak hanya menderita pengepungan yang telah berlangsung bertahun-tahun, tapi sekarang terjebak dalam serangan harian yang membunuh mereka dan dengan sengaja menyebabkan mereka, yang merupakan kejahatan perang yang mengerikan,” kata Guardian mengutip Diana Semaan.[]

Sumber: kiblat.net

Advokat Kemenkumham I Wayan Sudirta kembali memfitnah kali ini menyatakan khilafah yang dimaksud HTI berbeda dengan ahli di persidangan. Menurut HTI “khilafah wajib” sedangkan menurut ahli adalah “sesuatu yang dapat didiskusikan”. Parahnya, advokat beragama Hindu ini mengatakan keharaman pemimpin perempuan disebut sebagai “diskriminatif”.



“Wayan ngarang! Jelas sekali baik ahli Dr Daud Rasyid maupun Prof Didin, keduanya menyatakan dengan tegas bahwa khilafah adalah ajaran Islam yang wajib ditegakkan!” tegas Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto kepada mediaumat.news, Ahad (25/2/2018).

Ismail menegaskan, apa yang disampaikan HTI tentang khilafah adalah juga apa yang disampaikan oleh para ulama. “Bahkan Prof Didin menyebut ada empat prinsip khilafah yang dia pahami dari buku-buku Syaikkh Taqiyyudin an Nabhani, yakni kedaulatan Allah, kekuasaan di tangan umat, kesatuan khilafah dan hak khilafah untuk men-tabanni hukum syara’,” bebernya.

Menurut Ismail, tentang ketidakbolehan perempuan menjadi khalifah juga ditegaskan oleh Prof Didin dalam sidang PTUN, karena memang demikian ketentuan syariah. Tidak bisa lantas disebut itu diskriminatif. Soal hubungan dengan NKRI, Prof Didin juga menyebut tidak bertentangan.

“Memang Wayan sering menyimpulkan sendiri. Bahkan membuat istilah-istilah yang menyudutkan HTI yang tidak pernah disebut dalam persidangan seperti HTI memerangi NKRI, dll,” pungkasnya.

Sebelumnya, kepada republika.co.id, usai sidang di PTUN Kamis (22/2/) Wayan mengatakan makna khilafah yang dipercaya oleh HTI tidak dapat disandingkan dengan NKRI. Sebab dalam makna khilafah yang diyakini HTI, tidak ada pemimpin seorang wanita, sehingga menjadikan tatanan kehidupan menjadi diskriminatif.

“Khilafah yang disampaikan ahli tidak sama dengan khilafah dalam Rancangan Undang-Undang Dasar Daulah Islam yang menjadi referensi HTI,” kata I Wayan seusai persidangan.

I Wayan menekankan bahwa HTI menyandingkan makna khilafah sesuai dengan konsep yang ada dalam buku-buku karangan Taqiyuddin an Nabhani, yang menjadi referensi bagi HTI. “Menurut HTI khilafah adalah kewajiban, sedangkan makna khilafah menurut ahli adalah sesuatu yang dapat didiskusikan dan menerima pluralisme,” jelas I Wayan.[] Joko Prasetyo [ mediaumat ]

Contributors

Powered by Blogger.