UsaBersyariah.Com --- Trend Om Telolet Om yang mendunia menginspirasi Kapolres Tuban untuk membuat satu terobosan untuk siar agama dengan kalimat yang berbeda tetapi dengan sasaran yang sama yaitu para sopir khususnya sopir bus yang dilakukan oleh para Polwan, Senin (26/12/2016) mulai pukul 11.30 Wib di depan masjid Al Falah jln. Dr Wahidin SH. Tuban.



Sebanyak 40 orang Polwan yang dibantu 10 orang anggota lantas untuk membantu kelancaran jalannya siar dengan cara menunjukkan papan himbauan kepada pengguna jalan tersebut yang bertuliskan “Om Sholat Om”.

Acara yang dipimpin Kasat Lantas, Binmas dan Kasubbag Humas itu cukup menarik perhatian publik, terbukti saat itu juga ramai di upload oleh media sosial.

Kasat Lantas Polres Tuban AKP Eko Iskandar disela-sela kegiatan mengungkapkan kegiatan tersebut dilakukan terispirasi  kegiatan masyarakat, yakni meminta sopir bus untuk membuyikan klaksonnya sambil membawa tulisan “Om Tololet Om”.

”Namun, kalau kegiatan kita diganti dengan Om Sholat Om, Tuban kan Bumi Wali, jadi sudah selayaknya kita mengingatkan kepada pengguna jalan untuk berhenti sejenak di masjid untuk menunaikan sholat,” ungkapnya.

Menurutnya, selain mengingatkan pengguna jalan untuk menunaikan sholat, kegiatan tersebut juga dilakukan untuk mengingatkan agar pengguna jalan hati-hati dan waspada, secara tidak langsung kegiatan tersebut juga sebagai sarana Polisi memberikan pembinaan dan penyuluha guna mengurangi kecelakaan lalulintas.

”Kita berharap dengan mengingatkan pengguna jalan utamanya sopir untuk sholat, maka sopir akan selalu waspada dan hati-hati dijalanan sehingga bisa menekan angka kecelakaan lalulintas,” pungkasnya.

HUMAS POLRES TUBAN

UsaBersyariah.Com --- Pembicaraan yang senantiasa menarik untuk dibahas adalah politik dan poligami. Politik situasinya begitu cepat dan dinamis. Adapun poligami, marak diperbincangkan namun sedikit yang melakukan. 

Berlepas dari pro kontra, tetap saja dua topik itu menjadi ‘hot’ sepanjang masa. Tak lekang oleh zaman. Tak bosan untuk dijadikan bahan diskusi dan pembicaraan.



Tak jarang ditemui poligami dimasukan ke dalam raperda (rancangan peraturan daerah) di Pamekasan. Biasanya raperda berkaitan tentang urusan ekonomi dan kesejahteraan. Nyatanya ini di luar kebiasaan dan mendobrak keingintahuan seseorang. Poligami. Suatu hal yang dinanti lelaki, tapi tak disukai perempuan. Meski hal itu tidak bisa dielakkan faktanya.

Politik untuk Poligami

DPRD Pamekasan menyususun raperda poligami atas desakan ulama’. Tujuannya mengurangi angka praktik prostitusi dan perselingkuhan di Pamekasan yang marak. Sebenarnya ulama’ menginginkan Raperda Prostitusi, namun ditolak kalangan dewan. Rencana raperda poligami ini gagasannya dari Ketua Komisi IV DPRD Pamekasan, Apik.

Di dalam raperda Poligami dilegalkan warga bukan sebatas PNS, tapi masyarakat umum juga boleh menikahi Pekerja Seks Komersial (PSK). 

Penyelamatan PSK itu demi mengurangi wanita yang bekerja tuna susila. Begitu pula angka perempuan yang belum kawin, bisa diatasi karena pria boleh menikahi wanita lebih dari satu.

Pro dan kontra pun mengiringi raperda Poligami. Ulama’ sebagai garda terdepan memberikan suara dukungan. Kondisi ulama’ Madura memang sensitif dengan aktifitas amar ma’ruf nahi munkar. 

Kepekaan politik yang dimiliki untuk mendatangi anggota Dewan dianggap sebagai langkah strategis. Ulama’ tidak ingin bertindak gegabah. Begitu pula Istri Bupati Pemekasan mendukung wacana raperda. 

Lain halnya dengan Wardatus Syarifah, Wakil Komisi I yang juga separtai dengan Apik dari NasDem, menolak wacana tersebut. 

Alasannya kemunculan gagasan itu tidak berdasar, sama halnya memperkenankan wanita masuk ke dalam rumah tangga wanita lain untuk menjadi bagiannya. 

Raperda Poligami bukan satu-satunya solusi dalam persoalan kemaksiatan di bumi Gerbang Salam, tapi banyak solusi lain. Misalnya, memberikan pelatihan kegamaan, keperempuanan, dan lainnya. 

Ia berharap raperda tersebut jika masuk pada prolegda, agar anggota legislatif perwakilan perempuan dimasukan menjadi tim panitia khusus (pansus).

Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kebolehan poligami dalam aturan Islam, tampaknya tidak mudah untuk diformalkan melalui tangan anggota dewan. Hal yang disayangkan jika raperda ini berujung pada kompromistis dan tidak lagi mampu mengatasi persoalan utama, yakni KEMAKSIATAN YANG MERAJALELA.

Jika ditelisik terkait pengaturan poligami. Berdasarkan penuturan Prof. Yusril Ihza Mehendra. Sesungguhnya poligami bukan materi pengaturan Perda. Melainkan materi pengaturan Undang-Undang. UU no 1/1974 telah mengatur dengan jelas hal tersebut. 

Jika diperlukan pengaturan lanjutan, maka pengaturannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Jika ada perda semisal itu dengan mudah dapat dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) dalam pengujian formil maupun meteriil.

UU Perkawinan dengan tegas menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut agamanya masing-masing dan kepercayaanya itu. 

Pengaturan terkait dengan hukum agama bukan materi yang diotonomikan, tetapi materi yang menjadi kewenangan pusat. Jadi dalam hal  poligami, maka akan berlaku satu hukum yang berlaku secara nasional. Walaupun ada keragaman hukum di dalamnya. 

Dalam hal hukum Islam bidang munakahat juga berkalu satu hukum Islam secara nasional. Tidak bisa ada hukum munakahat Islam yang secara spesifik mengatur poligami hanya berlaku di Pamekasan dan diatur dengan perda.  

Poligami Jadi Solusi

Kemaksiatan di Gerbang Salam, Pamekasan Madura yang merajalela memang perlu mendapat perhatian khusus. Kesadaran ulama’ perlu ditingkatkan dengan tsaqofah dan kepekaan politik. 

Harus diakui sistem hidup saat ini memang jauh dari aturan Islam yang berujung pada kebebasan. Hampir dipastikan dengan alasan kebebasan, segala kemaksiatan dibolehkan bahkan dijadikan ladang memperoleh peruntungan. Standar halal dan haram tidak lagi menjadi pegangan manusia dalam kehidupan.

Perlu kiranya mendudukan poligami secara benar agar mampu memberikan solusi. Jika persoalannya berupa menutup pintu kemaksiatan maka ada beberapa hal yang bisa dilakukan:

Pertama, suasana dan perasaan islami masyarakat Madura memang belum pudar. Ulama dan santri pun masih betebaran demi menjaga aqidah umat agar selamat dunia akhirat. Rasa hormat dan ta’dzim masyarakat kepada ulama’ juga tinggi. Karena itu amar ma’ruf nahi munkar berupa amalan dakwah politik ideologis dan juga ruhiyyah perlu digencarkan.

Kedua, pemerintah menutup segala pintu kemaksiatan berupa prostitusi, hiburan malam, karaoke, tempat-tempat maksiat lainnya. Jangan menggadaikan keimanan masyarakat Madura hanya demi pendapatan untuk pemasukan APBD. 

Hal ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan Sumber Daya Alam Madura yang sejatinya melimpah, namun dikelola oleh korporasi nakal. Akibatnya kehidupan ekonomi rakyat Madura belum sejahtera.

Ketiga, timbulnya persoalan umat ini ditimbulkan karena satu sebab, yakni Syariah Islam ditinggalkan umatnya. Islam sekadar diambil dalam persoalan ritual. Sebaliknya diabaikan untuk mengurusi politik dan kehidupan. Karenanya upaya seruan untuk menyelamatkan Madura dengan Syariah Islam harus terus digelorakan agar Gerbang Salam tak sekadar jargon!

Keempat, pembahasan poligami jangan sampai menyalahi aturan Islam. Mengingat Allah SWT telah membolehkan seorang lelaki untuk beristri sampai empat orang (QS An Nisa’ [4]:3). Atas dasar itu jelas sekali bahwa, Allah SWT telah memperbolehkan poligami tanpa ada pembatas (qayad), syarat atau ‘illat apapun. 

Bahkan setiap Muslim boleh mengawini dua, tiga, atau empat orang wanita yang ia senangi. Karena itu, kita mendapati Allah SWT berfirman: “mâ thâba lakum (yang kamu senangi)”. 

Yaitu wanita-wanita yang kamu dapati dan kamu senangi. Jelas pula bahwa Allah SWT telah  memerintahkan kita untuk berbuat adil di antara isteri-isteri. 

Sekaligus Allah SWT menganjurkan kepada kita dalam kondisi takut terjatuh ke dalam kezaliman di antara isteri-isteri agar kita membatasi dengan satu orang isteri saja. Karena membatasi dengan satu orang isteri saja adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. 

Kelima, umat di Pamekasan khususnya dan di tempat lainnnya harus dididik dengan pergaulan Islami. Tujuannya umat memahami pergaulan anatara laki-laki dan perempuan. Tahu mana mahram dan yang bukan. Serta meneguhkan kembali peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan. Penguasa pun memberikan sanksi jika terjadi pelanggaran dalam pergaulan.

Adapun keadilan yang dituntut kepada seorang suami terhadap para isterinya, itu bukanlah keadilan secara mutlak (dalam segala hal). Melainkan adalah keadilan suami isteri di antara isteri-isteri yang masih berada dalam batas kemampuan seorang manusia untuk merealisasikannya. Sebab, Allah SWT sendiri tidak membebani manusia kecuali dalam batas-batas kesanggupannya (QS al-Baqarah [2]: 286).

Karenanya perlu memahami syariah Islam secara menyeluruh agar tidak sepotong-potong. Ketika suatu pemerintahan mau menerapkan ekonomi Syariah Islam ada jaminan pemerataan kesejahteraan. Begitu pula ketika diterapkannya Syariah Islam secara sempurna akan mampu menjaga harta, jiwa, keturunan, akal, agama, serta negara. 

Kondisi inilah yang akan dirasakan oleh semua, sehingga Islam Rahmatan Lil Alamin bukan sekadar slogan “tong kosong nyaring bunyinya”. Ayong Cong reng Madure, Terapkan Syariah Khilafah agar hidup berkah. Gerbang Salam akan membuka kemenangan Islam dari Pulau Madura. [VM]

Oleh : Ibnu Rusdi 
( Departemen Politik HTI Madura Raya )

UsaBersyariah.Com --- Tanggal 22 Desember yang diperingati sebagai hari ibu rupanya belum cukup “sakti’ meemperbaiki kondisi para ibu saat ini. Dalam sebuah diskusi tentang ketahanan keluarga, seorang ibu menanyakan bagaimana dengan pasutri yang berkomitmen bertukar peran? 


Istri menjadi tulag punggung alias pencari nafkah sedangkan suami megambil posisi istri di rumah. Fenomena yang kerap terjadi dan semakin dianggap biasa, ada apa dengan pasutri hari ini?

Paradoks “Hari Ibu”

Tema hari ibu tahun ini, “Kesetaraan Perempuan dan Laki laki Untuk Mewujudkan Indonesia yang Bebas dari Kekerasan, perdagangan orang dan kesenjangan akses ekonomi terhadap perempuan”. 

Menarik tapi mari melihat kenyataannya. 

TRIBUNKALTIM.CO - CEO Asuransi Jiwa Lifenet, Haruaki Deguchi (67) menyebutkan ada empat peringkat negara paling banyak terdapat wanita bekerja. Peringkat pertama adalah Indonesia, lalu India, Pakistan, dan peringkat keempat Bangladesh. 

Peringkat ini patut dievaluasi bukan semata dari aspek ekonomi tapi apakah berkorelasi positif terhadap perbaikan generasi, jauhnya remaja dari kehidupan yang rusak seperti free seks, aborsi, AIDS, belum lagi dari aspek penggunaan sosmed yang telah menggantikan peran Ibu sebagai pendidik pertama dan utama. 

Idealnya pasangan suami istri berbagi peran, jika keduanya sama sama berperan mencari nafkah apalagi dengan waktu kerja perempuan sekitar 10 jam sehari, maka kita akan bayangkan bagaimana dengan pengasuhan anak? 

Wajar muncul kekhawatiran ketika wanita turut mengambil peran sebagai pencari nafkah, akan mengancam eksistensi generasi mendatang yang berkualitas karena kurangnya pengasuhan terhadap anak, bahkan rumah berpotensi hanya sebagai “terminal” alias tempat perisnggahan semata, jauh dai makna baiti jannati. 

Bagamana jika para wanita secara ekstrim bertukar “tulang rusuk” dengan laki laki sebagai pencari nafkah? Maka fitrah wanita akan tercerabut dan pengabaian hak hak anak dan suami akan mengancam lahirnya generasi yang rusak. 

Seperti diberitakan Tempo.co, seorang ayah di Konawe tega menyetubuhi dua anak kandungnya masing masing berusia 9 tahun dan 13 tahun. Ketua Komisi Perlindungan anak, Arist Mrdeka sampai harus mengunjungi desa tersebut, senin 28/11/2016. 

Tersangka tega berbuat bejat seperti itu dengan alasan istrinya tidak dirumah alias sedang menjadi tenaga kerja di luar negeri. Inilah harga mahal pengorbanan seorang ibu. Atas nama mencari sesuap nasi, pada akhirnya anak dan suami bahkan masyarakat menjadi korban. 

Belum cukup data? 

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Malang betul nasib Bunga, sebut saja begitu nama bocah 11 tahun ini. Betapa tidak, saat ibunya Siti Hairani (46) bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di Malaysia, ia malah jadi budak seks Yasir (53), ayah kandungnya sendiri. Sulitnya menemukan akumulasi data kasus seperti ini baik local maupun nasional membuktikan bahwa kasus ini beserta penyebabnya, masih dianggap sebelah mata.

Melindungi “Tulang Rusuk” Wanita

Wanita adalah mahluk mulia yang diciptakan Allah untuk mendampingi laki laki, masing masing memiliki ftrah yang jika dijaga akan melahirkan kentraman bagi keduanya bakan bagi masyarakat. Bila wanita diperlakukan, bukan pada habitat fitrahnya maka tunggulah kehancuran generasi. 

Minimnya pemahaman agama sebagai benteng bagi pasutri dan masyarakat saat ini membuat mereka tidak memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya yang jika ditunaikan akan mengantarkan pada sakinah dunia akhirat. 

Lingkungan, gaya hidup yang memisahkan agama dari kehidupan, regulasi yang tidak memihak pada fitrah perempuan telah menjadi predator yang siap melumat sosok anggun “perempuan sebagai ibu” beserta generasi yang dilahirkannya, bahkan terkadang merubah sesama anggota keluarga menjadi mutan yang menakutkan bagi yang lain seperti fakta diatas.

Ri’ayah (pemeliharaan) adalah pengaturan urusan pihak lain yang bersifat keseharian dari semua aspek dengan jalan dan cara cara terbaik untuk merealisasi tujuan dan target yang menjamin kondisi yang lebih baik bagi kehidupan yang tentram. 

Maka ri’ayah suami kepada istri adalah melindungi istri dari apa saja : dari serangan, kelaparan, kesengsaraan hidup dsb dengan tujuan untuk kebaikan istri (tuntunan kehidupan suami istri, syaikh Yusuf A. Bada’arani) 

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Annisa : 34 “Kaum laki laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan. Atas dasar ini maka beban ekonomi sesungguhnya menjadi domain suami yang seharusnya difasilitasi oleh negara baik melalui pembukaan lapangan pekerjaan, pencegahan kecurangan,  pendidikan yang memadai bukan malah menukar posisi “tulang rusuk” istri. 

Fitrah istri adalah taat kepada suami, bersama anak anaknya, mengatur rumah tangganya  karena dia adalah ratu, yang ketika fitrah ini disinergikan dengan posisi suami sebagai pemimpin sekaligus sebagai pencari nafkah, niscaya akan lahir generasi yang berkualitas dan secara pasti akan memperkuat ketahanan negara, menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, dan hal ini pernah terwujud dalam masyarakat Islam berabad abad silam, dimana fungsi Negara benar benar menjadi sokoguru ketahanan keluarga. Wallahu a’lam

Oleh : Naowati, S. Kom (Aktivis MHTI Sultra)

==============================
Dukung terus Opini Syariah dan Khilafah. Raih Amal Sholih dengan Ikut Serta Menyebarkan Status ini.
==============================
Jika Saudari ingin bergabung dalam perjuangan MUSLIMAH HIZBUT TAHRIR INDONESIA silahkan layangkan pesan dengan format:

NAMA JELAS, ALAMAT LENGKAP, NO TELP/HP, ALAMAT EMAIL.

Insya Allah, Muslimah Hizbut Tahrir di daerah terdekat akan segera menghubungi.

==============================

Silahkan ikuti kami di:

www.hizbut-tahrir.or.id
Facebook : www.facebook.com/opinimhti
Twitter : www.twitter.com/women4khilafah
Instagram: www.instagram.com/muslimahhtiid
Youtube : www.youtube.com/user/MUSLIMAHMEDIACENTER
Radio CWS: www.muslimah-htichannel.blogspot.com/

UsaBersyariah.Com --- Adanya keprihatinan dari VOA (Voice of America) berbahasa Indonesia,  terhadap hasil survei yang menunjukkan ‘hampir 80 persen guru agama Islam menginginkan syariah’ dinilai sebagai bentuk Islamophobia.



“Sungguh aneh jika ada orang yang prihatin terhadap tingginya angka guru yang menginginkan syariah. Itu jelas merupakan bentuk Islamophobia,” ujar Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Rokhmat S Labib kepada mediaumat.com, Kamis (29/12/2016).

Menurutnya, jika guru agama Islam menginginkan syariah itu sesuatu yang sangat wajar. Bagaimana tidak, bukankah secara global Islam itu terdiri dari akidah dan syariah? Semuanya wajib diterima dan tidak boleh ditolak. Akidah wajib diimani, sedangkan syariah wajib diamalkan dan diterapkan dalam kehidupan.

“Dan ingat, selama ini kan guru diharapkan bukan hanya mentransfer ilmu, tetapi juga menjadi teladan bagi siswanya,” tegasnya.

Justru aneh jika ada guru agama yang tidak menginginkan syariah. Masak guru yang mengajarkan Islam tidak menginginkan syariah yang merupakan bagian dari Islam.

“Bagaimana bisa mendidik siswanya menjadi generasi yang bertakwa jika dia sendiri tidak menginginkannya?” tanyanya retoris.

Meskipun demikian, angka hampir 80 persen patut diapresiasi mengingat  kampanye anti syariah sangat gencar dilakukan. “Termasuk di institusi pendidikan Islam,” ujarnya.

Rokhmat pun mempertanyakan, apa yang salah dari syariah sehingga mereka begitu takut terhadap syariah? 

Apakah negara ini miskin padahal kekayaan alam melimpah ruah, utangnya semakin membengkak, kriminalitas yang makin merajalela, narkoba, kenakalan remaja, dan aneka problem lain karena diterapkan syariah?

“Jelas tidak. Semua itu justru terjadi ketika umat ini meninggalkan syariah. Sebaliknya yang diadopsi adalah sekularisme dan liberalisme,” tegasnya.

Lebih dari itu, secara akidah, mereka yang prihatin itu juga perlu dipertanyakan. “Jika mengaku beragama Islam, mengapa takut terhadap syariah yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Islam?” tegasnya.

Ia pun mengingatkan bahwa syariah adalah hukum Allah SWT yang diturunkan untuk manusia.  “Adakah yang meragukan kebaikkan dan keadilannya? Adakah hukum yang lebih baik dan adil darinya?” pungkas Rokhmat.

Sebelumnya, pada Selasa (27/12/2016) voaindonesia.com menyebutkan “hampir 80 persen guru pendidikan Islam di Indonesia mendukung pelaksanaan hukum Syariah, menurut survei baru yang menimbulkan keprihatinan di antara beberapa organisasi Muslim moderat.”

Para peneliti yang dipimpin oleh Dr Didin Syafruddin dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) di Jakarta, mewawancari 505 guru pendidikan agama Islam di lima dari ke-34 provinsi Indonesia. 

Di sebagian wilayah Indonesia, mata pelajaran itu diajarkan di sekolah-sekolah negeri dan swasta.

Namun lucunya, VOA tidak mencantumkan satu kutipanpun  dari pihak yang bisa mewakili NU dan Muhammadiyah, yang diklaim VOA prihatin. [ HTI ] 

UsaBersyariah.Com --- Jakarta, Rabu 28 Desember 2016 dalam acara Refleksi akhir tahun yang diselenggarakan oleh Fokal IMM menghdirkan Panglima TNI “Jenderal Gatot Nurmantyo ” dalam acara ini Panglima menyampaikan kondisi Indonesia saat ini.


Indonesia adalah daerah yang memiliki sumber daya alam yang luar biasa sehingga membuat bangsa- bangsa lain cemburu dan ingin memilikinya, Indonesia  juga ada didaerah equator yang mana daerah ini akan diserbu oleh negara lain dikarenakan SDA yang dibutuhkan ada didaerah Equator ini, pada disaat yang sama negara- negara yang bukan didaerah equator akan kehabisan SDA. 

70 % konflik era saat ini yang  Terjadi di dunia dilatar belakangi oleh Energi. 

Indonesia sekarang sudah dikepung, diantaranya adalah Pulau Masela yang mana tidak jauh dari ini ada pangkalan militer di Darwin Australia telah disiapkan 1500 Militer dan akan ditambah lagi menjadi 2500 militer. 

Tiongkok telah mengakui Laut cina selatan adalah milik mereka dan berpotensi pulau Natuna akan dicaplok, kata sederhananya Indonesia sudahdibagi- bagi (Amerika, Cina, Eropa). 

Oleh karena itu kita jangan mau diadu domba oleh pihak luar, jangan usik pemerintahan yang ada tetap dukung Jokowi-JK dalam melaksanakan pemerintahan kedepan.

Dari paparan Panglima diacara itu ada beberapa hal yang menjadi catatan kami dan rekomendasi yang mana sebenarnya ingin kami sampaikan langsung sewaktu acara pada sesi Tanya- jawab.

Ternyata sesi Tanya- jawab tidak ada diakhir acara.

Oleh karena itu dengan tulisan ini harapan kami bisa mejadi pertimbangan dan gambaran kepada teman- teman mahasiswa yang lain.

1. Panglima menyampaikan 70 % konflik hari ini dilatar belakangi oleh Energy, kami sepakat akan hal ini namun tidak sebatas energy yang menjadi alasannya tapi ada yang mempengaruhi ini semua, ideologilah yang menjadi dasar ini semua. 

Adapun perebutan energi, kekuasaan, dll adalah penampakan luar,karena karakter ideology itu adalah menguasai.Senada dengan yang ada di dalam buku yang bapak tulis dengan judul “Berjuang dan Bergotong Royong Mewujudkan Indonesia Sebagai Bangsa Pemenang”pada halaman 25 huruf A dan M diantara bukti negeri ini diserang ideology dan dibantu oleh para antek, yang mana anteknya adalah rezim.

2.Tentu ketika negeri ini ingin menjadi pemenang harus juga memahami jati dirinya, jatidiri umat adalah islam oleh karena itu umat juga harus dan wajib diatur dengan sistem islam. 

Ideologi Islam lah yang  bisa menyelamatkan negeri ini dari kepungan Negara- Negara yang memiliki ideology kapitalis- Demokrasi danSosialisme- komunisme.

3. Sistem kapitalis- demokrasi yang diterapkan saat ini telah menjadikan negeri ini semakin terjajah. Pengangguran, Kriminal,Narkoba, Pelecehan Alquran, Perpecahan dll hanya dapat diselesaikan dengan sistem yang datang dari sang pencipta Allah SWT. 


Sistem Khilafah Islamiyah akan membawa keberkahan dunia- akhirat.

Ttd. 

Ketum PP Gema Pembebasan 

Ricky Fatttama Zaya Munthe S.H, M.H

Gerakan Mahasiswa Pembebasan senantiasa membuka seluas-luasnya bagi mahasiswa yang ingin bergabung dengan Gerakan Mahasiswa Pembebasan dan berdiskusi dengan kami :
===================================================
Contact Person :
PP Gema Pembebasan : Ricky Fattama 089686987739
PW GP Jakarta Raya :mudzakir daman 085775233398
PW GP Jabar :Firmansyah 089612192421
PW GP Sulselbar :Abdul Khaliq 085240757087
PW GP Kepri :Mujahid 0853 64236881
PW GP Sulawesi Tenggara :Nurdin Syaifullah 082346795000
PW GP Banten : Khalid 085717335644
PW GP Kalteng :Hadipura 081348082372
PW GP Sumbar :Ramlan 0853 7634 1524
PW GP Aceh :Akmal Jodi 085260742554
PW GP Maluku :M. Yuman 085254841040
PW GP Riau :Husein 082392163578
PW GP Jatim :Fajar 085606456379
PW GP Yogyakarta :M. Aziz 085360918683
PW GP Kalbar :Galih Promono 085386018255
PW GP Kalsel : Ali Sadikhin 08520456313
PW GP Kaltim : Aldi 082353611634
PW GP Sulteng : Marwan 085756595800
PW GP Bogor :Fuad 085694223896
PW GP Sumut : Andika 082362625228
PW GP Gorontalo :Abdurahman 085255403488
PW GP Sumsel :Bambang 085764698814
PW GP Jateng : Abdul Qadir 085863110612
PW GP Jayapura: Reza 085211333834
PW GP Lampung : Oyan 082375280847
PW GP Bengkulu: Mastur Adhy 085758407922
===================================================
Kunjungi situsKami :
KMI4Revolution-->>Klik
http://kmi4revolution.gema/ pembebasan.or.id/
http://gemapembebasan.or.id/
===================================================
Follow :
FB : @GerakanMahasiswaPembebasan
Instagram : https://www.instagram.com/gp_pusat/

UsaBersyariah.Com --- Di dunia ada tiga ideologi yaitu Islam, Kapitalis, dan Sosialisme-Komunisme.

Demokrasi Kapitalis

Demokrasi kapitalis merupakan ideologi yang dianut negara-negara Barat dan Amerika. 
Landasannya adalah pemisahan agama dari negara, atau pemisahan agama dengan urusan kehidupan. Mereka mengenal semboyan berikan hak kaisar untuk kaisar dan hak tuhan untuk tuhan. 


Dengan demikian ideologi kapitalis berpendapat bahwa manusialah yang berhak mengatur kehidupannya sendiri.

Ideologi ini merupakan ideologi kufur yang bertentangan dengan Islam, karena di dalam Islam hanya Allah saja sebagai Musyarri’ (Pembuat Hukum). 

Dialah yang berhak menetapkan aturan bagi manusia. Islam telah menjadikan negara sebagai bagian yang tak terpisahkan dari hukum-hukum Islam. Islam mewajibkan agar seluruh urusan kehidupan dipecahkan dengan hukum syara’ yang telah diturunkan Allah.

Oleh karena itu diharamkan bagi kaum Muslim menganut dan mengikuti ideologi kapitalis. Diharamkan pula mengambil pemikiran-pemikiran berikut aturannya. Karena ideologi tersebut adalah kufur. 

Begitu juga dengan ide-ide dan aturan kapitalis, seluruhnya adalah kufur dan bertentangan dengan Islam.

Pandangan Islam Tentang Kebebasan (Liberalisme)

Pemikiran yang paling menonjol dalam ideologi kapitalis adalah kewajibannya memelihara kebebasan individu. Kebebasan ini meliputi beberapa bentuk, yaitu kebebasan berakidah, berpendapat, pemilikan dan kebebasan bertingkah laku. 

Dari faham kebebasan pemilikan muncul sistem ekonomi kapitalis yang dibangun atas asas manfaat.

Landasan pemikiran ini mengakibatkan penimbunan yang menggunung, dan unsur yang mendorong negara-negara Barat menjajah bangsa lain agar dapat merampas kekayaannya.

Keempat macam kebebasan ini bertentangan dengan hukum Islam. Seorang muslim tidak dibenarkan bebas memilih dalam hal akidah. Jika dia murtad, maka diperintahkan untuk bertaubat. Apabila tidak mau, maka dia dibunuh. 

Sabda Rasulullah saw:

«مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ»

Siapa saja yang mengganti agamanya, maka bunuhlah.

Seorang muslim tidak dibenarkan bebas berpendapat. Apa yang menjadi pandangan Islam, wajib menjadi pandangannya. Tidak diperkenankan seorang muslim memiliki pendapat yang bukan berasal dari Islam.

Seorang muslim juga tidak bebas memiliki sesuatu sekehendaknya. Tidak diakui/tidak sah baginya memiliki sesuatu kecuali dalam batas-batas pemilikan yang telah ditentukan oleh syara’. 

Dia tidak bebas memiliki apa saja yang diinginkannya, dengan menghalalkan segala cara, melainkan ia terikat dengan batas-batas pemilikan. Secara mutlak tidak sah baginya memiliki sesuatu dengan cara-cara yang menyimpang dari ketentuan syara’. 

Seorang muslim tidak boleh memiliki sesuatu dengan cara riba, menimbun, menjual khamar, babi dan sebagainya. Sebab, cara-cara tersebut seluruhnya dilarang oleh syara’. 

Atas dasar ini maka tidak diperkenankan seorang muslim untuk memiliki sesuatu dengan salah satu jalan tadi.

Kebebasan bertingkah laku juga tidak ada rumusannya dalam Islam. Seorang muslim tidak bebas begitu saja bertingkah laku. Ia terikat dengan syara’. Bila seorang muslim tidak mendirikan shalat atau shaum, maka dia akan terkena sanksi. 

Begitu juga bila dia kedapatan mabuk, berzina, atau seorang muslimah keluar dengan ‘tubuh telanjang’ [tanpa berbusana muslimah (membuka auratnya)-pen] atau dengan tabarruj, maka tindakan tersebut terkena sanksi.

Dengan demikian kebebasan yang terdapat dalam sistem kapitalis Barat tidak ditemukan keberadaannya dalam Islam, malah seluruhnya bertentangan dengan hukum Islam.

Pandangan Islam Mengenai Demokrasi
Di antara pemikiran lain yang paling menonjol dalam ideologi kapitalis adalah demokrasi, yang semboyannya adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. 

Dasar sistem demokrasi adalah rakyat sebagai pemilik kehendak, kedaulatan dan pemilik dalam hal pelaksanaannya. Karena rakyat yang memiliki segala sesuatunya, maka rakyatlah yang mengatur dirinya sendiri. 

Tidak seorangpun yang berhak dan dapat mengalahkan kekuasaan rakyat. 

Dengan demikian rakyatlah yang bertindak sebagai Musyarri’ (pembuat dan penentu hukum). 

Rakyat yang membuat aturan sesuai dengan kehendaknya dan rakyat pula yang membatalkan atau menghapus aturan-aturan yang dikehendakinya. Namun demikian rakyat tidak dapat melaksanakan semua itu sendirian. 

Oleh karena itu, rakyat memilih wakil-wakil (mereka) agar seluruh kehendak rakyat dapat terlaksana. 

Maka, dibuatlah aturan main bagi wakil-wakil mereka tersebut.

Dalam sistem demokrasi, rakyat adalah pemilik kekuasaan sekaligus sebagai pelaksananya. Tetapi tidak mungkin seluruh rakyat berperan secara bersama-sama. 

Karenanya, rakyat perlu memilih para penguasa sebagai wakil mereka untuk melaksanakan perundang-undangan yang telah ditetapkan rakyat. 

Jadi, di dalam sistem kapitalis Barat, rakyat merupakan sumber kedaulatan, dan mereka bertindak sebagai tuan (pemilik kehendak), pembuat undang-undang, serta yang memerintah.

Sistem demokrasi seperti ini adalah sistem kufur. Ia adalah hasil buatan manusia dan bukan merupakan hukum-hukum syar’i, serta tidak boleh diterima. Melaksanakan sistem demokrasi berarti melaksanakan sistem kufur. 

Menyeru kepada sistem ini berarti mempropagandakan sistem kufur. Karena itu tidak dibolehkan mengembangkan, atau mengambilnya dengan alasan apapun dan dalam kondisi bagaimanapun.

Sistem demokrasi bertentangan dengan hukum Islam. Kaum Muslim diperintahkan supaya menyesuaikan seluruh amal perbuatannya dengan hukum syara’. Seorang muslim adalah hamba Allah. Ia harus menyesuaikan kehendaknya sesuai dengan perintah dan larangan Allah. 

Demikian pula umat tidak berhak memiliki dan menuruti kehendaknya sesuai dengan hawa nafsu. Sebab, kedaulatan bukan berada di tangan umat. Yang menjalankan kehendak umat adalah syara’ semata, karena kedaulatan ada di tangan syara’. Umat tidak memiliki hak tasyri’ (membuat hukum dan undang-undang-pen). 

Hanya Allahlah satu-satunya Musyarri’ (pembuat hukum dan perundang-undangan). Seandainya umat bersepakat menghalalkan apa yang diharamkan Allah, seperti riba, penimbunan, penipuan, zina atau minuman keras, maka kesepakatan mereka tidak akan bernilai sedikitpun. 

Sebab, ia bertentangan dengan hukum-hukum Islam. Jika mereka bersikeras meneruskannya, maka mereka wajib diperangi.

Meskipun demikian Allah menjadikan kekuasaan (pemerintahan secara praktis) ada di tangan umat. Allah memberikan kepada umat hak untuk memilih dan mengangkat penguasa, yang mewakili umat dalam menjalankan dan mengendalikan pemerintahan. 

Allah telah mengatur (mensyari’atkan) cara pengangkatan dan absahnya penguasa dengan cara bai’at. Dari sini dapat dipahami perbedaan antara kedaulatan (as-siyadah) dengan kekuasaan (sulthan). Kedaulatan ada di tangan syara, sedangkan kekuasaan ada di tangan umat.

Komunisme

Komunis merupakan ideologi materialis yang berdiri atas dasar pengingkaran terhadap adanya sesuatu selain materi. Komunis menganggap bahwa materi adalah azali, yakni tidak berawal dan tidak berakhir. 

Materi tidak diciptakan oleh Pencipta. Berdasarkan anggapan ini, komunis tidak mengakui adanya Pencipta, dan mengingkari hari Kiamat. Mereka menganggap agama adalah candu bagi masyarakat.

Komunis adalah ideologi materialis yang mendasarkan kepada teori dialektika materialis dan teori historis materialis. Materi adalah sumber segala sesuatu. Segala sesuatu asalnya dari materi, lahir dan berkembang dengan cara evolusi. Sistem (aturan) komunis muncul dari perkembangan alat-alat produksi. 

Perubahan alat-alat produksi menimbulkan perubahan terhadap aturan yang ada. Menurut komunis, masyarakat adalah sekumpulan benda yang terdiri dari tanah, alat-alat produksi, alam dan manusia. 

Semuanya merupakan satu kesatuan yang dinamakan materi. Apabila terdapat perubahan secara evolutif terhadap alam dan apa yang ada di dalamnya, maka manusiapun dengan sendirinya turut berkembang dan berevolusi, yang pada akhirnya masyarakatpun turut berubah secara keseluruhan.

Menurut konsep komunis, masyarakat tunduk pada evolusi materi. Kalau masyarakat berkembang, maka individu turut berkembang. Individu mengikuti perkembangan masyarakat seperti layaknya perputaran gigi roda. Komunis melarang pemilikan individu terhadap alat-alat produksi. Semuanya adalah milik negara.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka ideologi komunis adalah ideologi kufur. Begitu pula dengan ide dan aturan-aturannya, juga kufur dan bertentangan dengan Islam secara keseluruhan dan mendasar, baik secara global maupun rinciannya.

Islam telah menjelaskan dan memastikan bahwa materi itu diciptakan Allah. Materi tidak kekal, dan pasti akan binasa (rusak). Sedangkan manusia adalah makhluk bagi Sang Pencipta. 

Peraturan berasal dari Allah, bukan dari atau akibat perkembangan materi dan alat-alat produksi, begitu juga bukan berasal dari manusia. Sedangkan masyarakat merupakan kumpulan manusia yang memiliki pemikiran dan perasaan serta diterapkan peraturan di dalamnya. 

Yang menentukan bentuk masyarakat adalah peraturan yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat. 

Masyarakat yang menerapkan sistem Islam dinamakan masyarakat Islam tanpa memperhatikan bentuk perkembangan alat-alat produksi di dalam masyarakat tersebut. 

Masyarakat yang menerapkan sistem kapitalis dinamakan masyarakat kapitalis. Begitu juga, masyarakat yang menerapkan peraturan komunis dinamakan masyarakat komunis, sekalipun alat-alat produksi yang ada persis sama seperti alat-alat produksi yang terdapat dalam (masyarakat) sistem kapitalis.

Edisi Pahami Ideologi...!!!
#Generasi Muslim Cerdas#




Sering dikatakan oleh banyak orang, jika tidak memilih


demokrasi, berarti memilih monarki. Lalu dikatakan bahwa


monarki akan membawa pada tirani. Kemudian,


disimpulkan bahwa “kalau tidak demokrasi berarti tirani”.


Oleh karena itu, sistem pemerintahan terbaik adalah


demokrasi. Bahkan seandainya di dalam demokrasi


terdapat kekurangan, demokrasi tetap lebih baik dibanding


tirani.


Benarkah kalau tidak demokrasi berarti tirani? Untuk


mengkaji hal ini kita perlu melacak para penggagas ide


itu, yaitu para filusuf Yunani Kuno. Menurut Aristoteles


sendiri sistem kekuasaan terbagi menjadi enam yaitu:


monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, demokrasi dan


mobokrasi. Dengan mencermati klasifikasi jenis kekuasaan


oleh Aristoteles ini, maka pernyataan bahwa “jika tidak


demokrasi berarti tirani”, jelas bertentangan dengan maha


gurunya sendiri. Sebab, selain tirani dan demokrasi, masih


ada empat yang lain, yaitu monarki, aristokrasi, oligarki


dan mobokrasi.


Selanjutnya masih menurut Aristoteles, jenis kekuasaan


yang enam tadi dapat diringkas lagi menjadi tiga


berdasarkan banyaknya orang yang memegang kekuasaan,


yaitu apakah kekuasaan itu dipegang oleh satu tangan


atau orang (mono), beberapa tangan atau orang (few),


ataukah banyak tangan atau orang (many). Kekuasaan di


sini diartikan sebagai kemampuan seseorang atau


sekelompok orang untuk mempengaruhi pihak lain agar


mereka menuruti keinginan atau maksud si pemberi


pengaruh.


Masih menurut Aristoteles, baik-buruknya kekuasaan itu


tidak terletak pada jumlah pemagang kekuasaan, apakah


kekuasaan itu mono, few atau many. Kekuasaan yang


dipegang satu orang (mono) bisa baik, ini yang dinamakan


monarki; dan bisa juga buruk, ini yang dinamakan tirani.


Kekuasaan yang dipegang beberapa orang (few) bisa baik,


ini yang dinamakan aristokrasi; dan bisa juga buruk, ini


yang dinamakan oligarki. Kekuasaan yang dipegang


banyak orang (many) bisa baik, ini yang dinamakan


demokrasi; dan bisa juga buruk, ini yang dinamakan


mobokrasi (anarki). Tentu saja yang dimaksud baik-buruk


di sini, bukan dalam hakikatnya, tetapi baik-buruk menurut


persepsi Aristoteles (manusia). Pembahasan baik-buruk


dari aspek hakikatnya ini memerlukan pembahasan


tersendiri.


Apakah dalam demokrasi, rakyat benar-benar berkuasa?


Secara teori, jenis kekuasaan demokrasi yang dikenal


terdiri dari dua jenis, yaitu demokrasi langsung (direct


democracy) dan demokrasi perwakilan (representative


democracy).


Demokrasi langsung berarti rakyat memerintah dirinya


secara langsung, tanpa perantara. Salah satu pendukung


demokrasi langsung adalah Jean Jacques Rousseau.


Namun menurut Rousseau, demokrasi langsung ini hanya


mungkin dilaksanakan dalam masyarakat sederhana yang


memiliki ciri-ciri sebagai berikut: pertama, jumlah rakyat


harus sedikit, kedua pemilikan dan kesejehateraan harus


sudah merata atau hampir merata, ketiga masyarakat harus


homogen (sama) secara budaya, dan keempat masyarakat


harus bermata pencaharian pertanian.


Dalam demokrasi langsung, secara teoritis, kedaulatan


rakyat memang lebih nyata karena rakyat terjun secara


langsung tanpa perwakilan. Semua warga negara ikut


terlibat di dalam proses pengambilan keputusan. Namun,


apakah demokrasi langsung ini benar-benar ada? Tidak


ada. Bahkan, pada masa negara-kota Yunani Kuno, ada


beberapa kelompok masyarakat yang tidak diizinkan untuk


ikut serta di dalam proses demokrasi langsung yaitu:


budak, perempuan, dan orang asing.


Dengan mustahilnya demokrasi langsung, maka demokrasi


disulap menjadi demokrasi perwakilan. Di dalam


demokrasi perwakilan, tetap diasumsikan rakyat berdaulat.


Ingat, diasumsikan. Sekali lagi, diasumsikan. Sebenarnya,


rakyat tidak terlibat dalam pengambilan keputusan,


pembuatan aturan dan UU. Yang membuat aturan adalah


wakil rakyat.


Dengan demokrasi perwakilan, rakyat sebetulnya tidak


terlibat dalam membuat UU dan aturan. Misalnya saja, dari


hampir 240 juta jiwa warga negara Indonesia, proses


pemerintahan demokrasi di tingkat parlemen hanya


dilakukan oleh sekitar 500 orang wakil rakyat yang duduk


menjadi anggota DPR. Apakah 500 orang ini benar-benar


mewakili rakyat? Secara teori memang harus begitu, tetapi


jangan tanya praktiknya. Praktiknya, wakil rakyat justru


mewakili para kapitalis atau mewakili dirinya sendiri atau


partainya. Saat BBM dinaikkan, apakah itu wewakili suara


rakyat??? Rakyat mana yang setuju BBM naik???


Dalam demokrasi, kekuasaan dan kepentingan menjadi


tujuan. Karena itu kekuasaan dibagi-bagi. Oleh sebab itu,


jika kekuatan-kekuatan politik berimbang, biasanya justru


akan terjadi chaos (kekacauan), karena masing-masing


kekuatan saling menyandra. Keadaan ini diungkapkan


dengan pernyataan: bellum omnium contra omnes (perang


semua lawan semua). Kondisi demokrasi yang seperti ini


dinamakan dengan anarki atau mobokrasi. Anarki ini


merupakan suatu bentuk dari demokrasi, di mana rakyat


memang berdaulat tetapi negara berjalan dalam situasi


perang dan tidak ada satu pun kesepakatan dapat dibuat


secara damai.


Jadi, pernyataan bahwa jika tidak demokrasi berarti tirani,


merupakan pernyataan yang tidak ada landasan teoritisnya.


Penyataan bahwa demokrasi selalu membawa kebaikan,


juga tidak ada pijakan teoritisnya.


*****


Telah dibahas bahwa baik buruknya kekuasaan bukan


ditentukan dari jumlah pihak yang berkuasa, apakah mono,


few atau many. Tidak bisa diambil kesimpulan bahwa


demokrasi selalu berdampak baik, baik secara teori atau


praktik. Bisa jadi, kekuasaan mono itu baik atau


sebaliknya. Bisa jadi kekuasaan many itu baik atau


sebaliknya.


Bahkan menurut para pakar sendiri bahwa kekuasaan yang


dipegang satu orang (mono) terkadang lebih baik


dibanding banyak orang. Sebab, jenis kekuasaan yang


dipegang oleh satu tangan ini lebih efektif untuk


menciptakan suatu stabiltas atau konsensus di dalam


proses pembuatan kebijakan. Perdebatan yang bertele-tele,


pendapat yang beragam, atau persaingan antar kelompok


menjadi relatif terkurangi karena cuma ada satu kekuasaan


yang dominan.


Namun kekuasaan yang hanya dipegang satu orang, akan


menjadi tirani karena disalahgunakan oleh pihak yang


berkuasa. Tetapi, saat kekuasaan di pegang oleh many


juga tidak ada jaminan tidak disalahgunakan oleh banyak


(many) orang yang berkuasa. Bukankah kita sering


mendengar tirani mayoritas? Bukankah kita melihat dengan


kepala sendiri, korupsi berjamaah oleh pihak-pihak yang


berkuasa dalam sistem demokrasi?


Sebetulnya baik buruknya suatu kekuasaan sangat


ditentukan oleh faktor lain, yaitu paradigma pihak yang


berkuasa dan juga paradigma rakyat yang membentuk


sistem. Selama paradigmanya adalah bahwa aturan dibuat


manusia, maka baik yang berkuasan mono, few atau many,


kekuasaan akan cendrung disalahgunakan oleh pihak yang


membuat aturan. Pembuat aturan akan membuat aturan


yang mementingkan dirinya, kelompoknya dan kolega-


koleganya. Selama paradigma kebahagiaan hanyalah


terpenuhinya kebutuhan indrawi, maka baik yang berkuasan


mono, few atau many, kekuasaan akan dijadikan sebagai


alat untuk memuaskan nafsu serakahnya. Di sini tidak ada


bedanya kekuasaan itu mono, few atau many,.


Lalu, bagaimana solusi atas masalah ini? Inilah yang


membuat Aristoteles dan para filosof lainnya pusing tujuh


keliling. Sebab, solusi atas masalah itu haruslah


memenuhi tiga syarat:


_*Pertama*, bahwa aturan itu harus dibuat oleh pihak yang


tidak memiliki kepentingan pribadi dan kelompok.


Padahal, karakter dasar manusia selalu mementingkan diri


dan kelompoknya._


_*Kedua*, pihak yang berkuasa harus memahami bahwa


pertanggung-jawaban kekuasaannya harus lebih substantif,


dibanding hanya pertanggung jawaban di hadapan manusia


yang bisa dimanipulasi._


_*Ketiga*, rakyat yang diatur harus memiliki pemahaman


tentang aturan yang berlaku, sehingga mereka terlibat


dalam memberikan kontrol kepada penguasa saat mereka


mengalami penyimpangan._


Terus terang ketiga syarat ini tidak akan pernah ditemukan,


kecuali hanya dalam Islam. *Hanya Islam dengan sistem


Khilafahnya yang akan memnuhi ketiga syarat di atas."*


*Pertama, dalam Khilafah, aturan datang dari Allah SWT*,


Sang Pencipta alam semesta, yang tidak memiliki


kepentingan apapun kecuali kebaikan umat-Nya.


*Kedua, hanya dalam Islam, pihak yang berkuasa,


siapapun dia, akan bertanggung jawab di hadapan Allah


SWT*, pada suatu hari manusia tidak akan bisa berdusta.


Sikap inilah yang dinamakan taqwa. Apakah ada taqwa


dalam sistem selain Islam?


*Ketiga, hanya dalam Islam, rakyat memiliki pemahaman


yang sama baiknya dengan para pemimpinnya*. Sebab, al


quran dan hadits bukan hanya dipegang oleh para


penguasa, tetapi juga dipegang dan dikaji dengan teliti


oleh semua rakyat. Dengan demikian, saat seorang


penguasa menyimpang dari aturan Allah SWT, rakyat akan


maju ke depan mengoreksi pemimpinnya yang


menyimpang. Bahkan Rasulullah SAW. menyampaikan


dalam hadits: “Pemimpin para syuhada di sisi Allah, kelak


di hari Kiamat adalah Hamzah bin ‘Abdul Muthalib, dan


seorang laki-laki yang berdiri di depan penguasa dzalim


atau fasiq, kemudian ia memerintah dan melarangnya, lalu


penguasa itu membunuhnya”. (HR. Imam Al Hakim dan


Thabaraniy).


Dalam praktiknya yang sangat panjang selama lebih dari


1000 tahun, sistem Khilafah telah membawa


kepemimpinan yang adil, berkah dan membawa


kesejahteraan rakyatnya. Sebagai manusia biasa, seorang


Khalifah meskipun dipilih dari kalangan orang yang ber-


taqwa, tetapi dalam perjalanan waktu mereka bisa


menyimpang. Kita juga telah melihat bagaimana


masyarakat Islam (terutama para ulama) tampil di garda


terdepan untuk mengoreksi para penguasa yang


menyimpang. Sikap kepahlawanan yang ditunjukkan oleh


para ulama itu terdokumentasi dengan sangat baik, di


berbagai kitab para ulama yang datang setelah,


diantaranya adalah kitab Al Islam Bainal Ulama Wal


Hukkam, karya Syeikh Abdul Aziz Al Badry.


Dalam Islam telah dipisahkan dengan sangat jelas antara


assiyadah (kedaulatan, pembuat undang-undang) dan


assulthan (kekuasaan, pihak yang memilih Khalifah).


Dalam Islam assiyadah berada di tangan Allah SWT.


Hanya Allah SWT yang memilikinya. Sementara assulthan


itu milik umat, artinya pemimpin dipilih oleh umat bir-ridlo


wal ikhtiyar (dengan keridloan dan kebebasan). Inilah yang


membedakan Khilafah dengan semua sistem pemerintahan


di dunia lainnya.


Itulah Islam. Itulah sistem Khilafah.


Khilafah bukan demokrasi, namun juga bukan anarki.


Khilafah bukan aristokrasi, namun juga bukan oligarki.


Khilafah bukan monarki, namun juga bukan tirani. Khilafah


adalah Khilafah. Khilafah adalah sistem pemerintahan


Islam yang datang dari Sang Pencipta alam semesta.


Saya tidak tahu bagaimana respon Aristoteles, seandainya


dia mengetahui Islam dengan sistem Khilafahnya.


Mungkin, dia akan menyatakan bahwa sistem inilah yang


diidam-idamkannya.


Wallahu a’lam.

Contributors

Powered by Blogger.