UsaBersyariah.Com - Para petinggi kafir barat, atau lebih tepatnya Musuh-musuh Allah, tahu dan percaya bahwa KHILAFAH ITU AKAN TEGAK KEMBALI. BAGAIMANA DENGAN KITA YANG DIJANJIKAN KEMENANGAN ITU ... ???*🤔
Berikut ulasannya :


1. Lord Curzon, Menteri Luar Negeri Inggris, 1924.

Lord Curzon, who was the British Foreign Secretary back in 1924. After the termination of Khilafat, the secretary expressed his views, in the following words: "The point at issue is that Turkey has been destroyed and shall never rise again, because we have destroyed her spiritual power : *the Caliphate and Islam."*

Lord Curzon, Menteri Luar Negeri Inggris pada tahun 1924, menyatakan pada tahun 1924, tahun keruntuhan Khilafah dengan kata-kata berikut : "Inti permasalahannya adalah bahwa Turki telah dihancurkan dan tidak akan bangkit kembali, karena kita telah menghancurkan jantung kekuatan spiritualnya : *Khilafah dan Islam."*

2. Majalah The Economist Edisi Tahun 1996

In the Economist Magazine issue of 1996, it was predicted, that in the 21st century, their will be two emerging economies, One will be that of China , and the other will be *Caliphate.*

Majalah the Economist edisi tahun 1996 meramalkan bahwa pada abad ke 21, akan ada dua kekuatan ekonomi raksasa yang muncul. Yang pertama adalah China dan dan yang satunya lagi adalah *Kekhalifahan.*

3. Henry Kissinger, Asisten Presiden AS untuk urusan Keamanan Nasional 1969-1975, di bulan November 2004 di Koran Hindustan Times.

He said : "… what we call terrorism in the United States, but which is really the uprising of radical Islam against the secular world, and against the democratic world, on behalf of re-establishing a sort of *Caliphate."*

Dia mengatakan : "… apa yang dinamakan terorisme di Amerika, tapi sebenarnya adalah *kebangkitan Islam radikal terhadap dunia secular, dan terhadap dunia yang demokratis, atas nama pendirian kembali semacam Kekhalifahan."*

4. *The National Intelligence Council (NIC), Desember 2004.*

A report by of the CIA predicted that by 2020 a "New Caliphate" would have been established. This 123-page report titled "Mapping the Global Future" was aimed to prepare the next Bush administration for future challenges, and was presented to US President, members of Congress, cabinet members and key officials involved in policymaking.

Sebuah laporan dari CIA memprediksi bahwa menjelang tahun 2020 sebuah *"Kekhalifahan Baru" akan didirikan.* Laporan setebal 123-halaman itu bertajuk "Pemetaan Masa Depan Global" dimaksudkan untuk mempersiapkan pemerintahan Bush untuk tantangan-tantangan masa depan, dan dipresentasikan kepada Presiden Amerika, para anggota Konggres, Kabinet dan para pejabat penting yang membuat keputusan.

5. *Menteri Dalam Negeri Inggris,* *Charles Clarke,*

*5 Oktober 2005* 
*On 5th October 2005,* *British Home Secretary,* *Charles Clarke delivered a speech on Counter Terrorism at The Heritage Foundation (a neoconservative think tank, Washington DC ),* in which he stated : "What drives these people on is ideas. And unlike the liberation movements of the post World War II era in many parts of the world, these are not in pursuit of political ideas like national independence from colonial rule, or equality for all citizens without regard for race or creed, or freedom of expression without totalitarian repression. Such ambitions are, at least in principle, negotiable and in many cases have actually been negotiated. However there can be no negotiation about the re-creation of the *Caliphate;* there can be no negotiation about the imposition of *Shariah law*; there can be no negotiation about the suppression of equality between the sexes; there can be no negotiation about the ending of free speech. These values are fundamental to our civilization and are simply not up for negotiation."

Pada tanggal 5 Oktober 2005, Menteri Dalam Negeri Inggris, Charles Clarke menyampaikan pidato tentang Perang Melawan Terorisme di The Heritage Foundation (sebuah pusat kajian neo konservatif di Washington DC ). Dimana dia menyatakan : 

"Apa yang mendorong orang-orang itu adalah ide-ide. Dan berbeda dengan gerakan kebebasan di era pasca Perang Dunia II di banyak belahan dunia, ide-ide itu bukanlah untuk menggapai ide-ide politik seperti kemerdekaan nasional dari penjajahan, atau persamaan bagi semua penduduk tanpa membedakan suku dan keyakinan, atau kebebasan berekspresi tanpa tekanan totaliter. Ambisi-ambisi itu adalah, paling tidak secara prinsip, bisa dirundingkan dan dalam banyak hal telah dimusyawarahkan. Namun, *tidak ada perundingan bagi pendirian kembali Khilafah; tidak ada perundingan bagi penerapan Hukum Syariah;* dan tidak ada perundingan tentang penindasan atas persamaan antara laki-laki dan perempuan; tidak ada perundingan untuk mengakhiri kebebasan berbicara. Nilai-nilai itu adalah sangat fundamental bagi peradaban kami dan tidak dimungkinkan adanya perundingan." 

6. *President George W. Bush, November 2005.*

He stated that the militants were seeking to establish a "radical Islamic empire." He further added : "The murderous ideology of the Islamic radicals is the great challenge of our new century. Like the ideology of communism, our new enemy teaches that innocent individuals can be sacrificed to serve a political vision."

"The militants believe that controlling one country will rally the Muslim masses, enabling them to overthrow all moderate governments in the region, and establish a radical Islamic empire that spans from Spain to Indonesia."

Dalam pidatonya di awal bulan November 2005 menyatakan bahwa kaum militant sedang berusaha untuk mendirikan sebuah "kekaisaran Islam radikal".

Dia lalu menambahkan bahwa : "Ide membunuh dari kaum Islam radikal adalah tantangan yang besar di abad baru kita. Sama seperti ideology komunisme, musuh kita yang baru ini mengajarkan bahwa individu yang tidak berdosa bisa dikorbankan untuk bisa menjalani visi politik."

"Kaum militan percaya bahwa mereka dapat menyatukan kaum muslimin dengan cara menguasai Negara, sehingga dengan cara itu mereka menumbangkan semua pemerintahan moderat di wilayah dan *mendirikan sebuah kekaisaran Islam yang membentang dari Spanyol hingga Indonesia."*

7. *Jendral John Abizaid, Komandan Angkatan Bersenjata Amerika, 29 September 2005.*

"Al Qaeda terrorists hope to drive American influence from the Middle East and install a global Muslim leader in Saudi Arabia .... If al Qaeda terrorists manage to take control of Saudi Arabia , they will try to create and expand their influence in the region and establish a caliphate."

Abizaid said al Qaeda would subsequently move on to apply a "very narrow, strict interpretation of Shariah, Islamic law, not believed in or practiced anywhere else in the world today .... The next goal would be to expand into non-Arab Islamic countries. This would include the middle of Africa, South Asia and Southeast Asia."

At another occasion, Gen. John Abizaid said : "We are fighting the most despicable enemy ... who uses the 21st century-technology to spread their vision of a 7th-century paradise (and) try to re-create what they imagine was the pure and perfect Islamic government of the era of the prophet Muhammad."

"Teroris Al-Qaeda berharap untuk menghilangkan pengaruh Amerika dari Timur Tengah dan *mendirikan suatu pemerintahan Muslim global di Saudi Arabia* … Jika teroris Al-Qaeda menguasai Saudi Arabia, *mereka akan mencoba mendirikan dan memperluas pengaruh mereka di wilayah itu dan mendirikan sebuah kekhalifahan."*

Abizaid mengatakan bahwa Al-Qaeda pada akhirnya akan melanjutkan dengan *menerapkan sebuah "penafsiran Shariah, Hukum Islam, dengan pandangan yang sempit dan keras, yang tidak dipercayai dan tidak dipraktekkan di tempat manapun di dunia ini pada saat ini* … Sasaran berikutnya adalah memperluasnya ke Negara-negara Arab non-Islam. Ini akan termasuk bagian tengah Afrika, Asia Selatan dan Asia Tenggara."

Pada kesempatan lain dia mengatakan : "Kita sedang memerangi musuh yang paling keji … yang menggunakan teknologi di Abad 21 untuk menyebarkan visi mereka atas surga abad ke-7 (dan) berusaha untuk *mendirikan kembali apa yang mereka angankan adalah pemerintahan Islam yang murni dan sempurna seperti zaman Nabi Muhammad."*

8. *Gen. Richard Myers, Kepala Staf Gabungan, ketika berpidato di Pentagon.*

"While addressing a Pentagon news conference, he stressed : "If the Zarqawis of the world were allowed to be successful in Iraq in their view, and that would be the start of the caliphate that they envision, the stakes would be huge for the region,"

"Ketika berpidato di Pentagon pada suatu konperensi pers, dia menekankan: "Jika kelompok Zarqawi dunia dibiarkan untuk sukses di Irak, dalam pandangan mereka, maka itu akan *merupakan awal kekhalifahan yang mereka angankan,* maka taruhannya adalah sangat besar bagi seluruh wilayah itu."

9. *PM Inggris, Tony Blair, pada pidato di depan Konperensi Partai Buruh.*

He stated : "What we are confronting here is an evil ideology .... They demand the elimination of Israel; the withdrawal of all Westerners from Muslim countries, irrespective of the wishes of people and government; the establishment of effectively Taliban states and Shariah law in the Arab world en route to one caliphate of all Muslim nations."

Dia menyatakan : "Apa yang sedang kita lawan adalah ideology setan … Mereka menuntut penghancuran Israel; penarikan mundur semua orang Barat dari Negara-negara Islam, dengan mengabaikan kemauan rakyat dan pemerintahnya; pendirian Negara-negara semacam Taliban dan *hukum Syariah di dunia Arab dan berujung yang sama pada kekhalifahan untuk semua Negara-negara Muslim."*

Lalu bagaimanakah dengan ummat Muslim sendiri, apakah mereka percaya dengan adaya Khilafah??!!

Padahal pada merekalah dijanjikan kemenangan ini..!!!

Rasulullah saw. bersabda : *“Di tengah-tengah kalian terdapat masa kenabian yang berlangsung selama Allah menghendakinya.*

Lalu Dia mengangkat masa itu ketika Dia berkehendak untuk mengangkatnya.Kemudian akan ada masa Kekhilafahan yang mengikuti yang mengikuti manhaj kenabian yang berlangsung selama Allah menghendakinya.*

Lalu Dia mengangkat masa itu selama Dia berkehendak mengangkatnya.Kemudian akan ada kekuasaan yang zalim yang berlangsung selama Allah menghendakinya. Lalu Dia mengangkat masa itu selama Dia berkehendak mengangkatnya.Kemudian akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan yang berlangsung selama Allah menghendakinya. Lalu Dia mengangkat masa itu selama Dia berkehendak mengangkatnya.

Kemudian akan ada kekuasaan. Kemudian akan muncul kembali Kekhilafahan yang mengikuti manhaj kenabian.* Setelah itu beliau diam.” (HR Ahmad).

Bagaimana dengan anda??!!!*🤔
fb

Jendral Syuhada : "saya percaya dan insyaAllah ikut mendukung dan memperjuangkannya..."

Usabersyariah.com - Seperti dikuti dari yukbersyariah.com : Kasus penangkapan Nurul Fahmi, pria yang membawa bendera bertuliskan kalimat tauhid saat unjuk rasa bersama Front Pembela Islam (FPI), beberapa waktu lalu, mendapat beragam tanggapan dari berbagai kalangan masyarakat.

Salah satunya diungkapkan Dosen Asal Malaysia Bayu T Possuma. Dalam unggahannya di lini masa, facebook, Bayu membuat sebuah logika hukum sederhana.

Jika kalimat tauhid ditempel atau dituliskan kepada bendera dianggap menghina dan menodai, maka setidaknya ada dua implikasi.

Pertama, Benderanya dianggap lebih mulia dan kalimat tauhidnya sesuatu yang rendah. 
Sehingga ketika bendera ditempeli kalimat tauhid, bendera tersebut menjadi rendah dan ternoda....ini adalah bentuk kesyirikan.

Kedua, Kalau dianggap kalimat tauhidnya menodai bendera, maka kalimat tauhid dianggap sesuatu yg tercela, noda dan hina, krn bisa menodai bendera....Ini jelas masuk dalam penistaan agama.

Dia juga mengatakan, Polri dapat dituntut balik dengan pasal penistaan agama. Karena bagi kaum Muslimin kalimat tauhid adalah kalimat yang mulia bukan noda dan cela.

Kalau penulisnya dianggap punya niat menghina bendera dengan menuliskan kalimat tauhid, maka tuntutan hukum penistaan agama lebih berat lagi, karena kalimat tauhid dianggap hina dan bisa dipakai untuk menghina.

Oleh: Bayu T. Possuma, Ph.D, (Anggota Dewan Pakar Wahdah Islamiyah)


Komen Jendral Syuhada : "yang belum jelas itu kapan si penista dihukum? betul...?"

Istilah kelompok mayoritas dan kelompokminoritas sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah Islam. Karena itu istilah ini tidak pernah digunakan dalam sejarah maupun fikih Islam. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi munculnya istilah ini:



1- Adanya Nation State, dengan batas
teritorial yang baku sehingga individu yang menetap di dalam wilayah terirorialnya tidak bisa berpindah ke wilayah lain, kecuali adanya izin dari Nation State kedua.

2- Hilangnya kontrol negara yang adil, yang direpresentasikan oleh Negara Khilafah, sehingga bisa menegakkan keadilan di dalam dan di luar wilayahnya, serta mencegah terjadinya kezaliman dalam segalabentuknya.
    
1, Ketika pengaruh Khilafah Islam mulai
melemah, istilah ini muncul. Ini sekaligus menegaskan bahwa istilah minoritas dan mayoritas ini bukan istilah Islam, tetapi istilah politik baru. Istilah ini baru digunakan sejak era penjajahan, sebagai bagian dari strategi devide et impera (politik belah bambu). Istilah minoritas didefinisikan dengan sekelompok penduduk di sebuah daerah, wilayah atau negara, yang berbeda dengan mayoritas, dengan ras, bahasa dan agama tanpa harus melihat posisi politik
tertentu.

2 Dalam konvensi internasional
disebut bahwa minoritas adalah ratusan rakyat sebuah negara, yang terdiri dari etnis, bahasa atau agama, yang berbeda dengan mayoritas penduduknya.

3, Dalam Negara Khilafah, istilah mayoritas dan minoritas ini tidak ada, dan tidak akan digunakan. Negara Khilafah yang dibangun berdasarkan akidah Islam, dan menerapkan hukum Islam secara kâffah kepada seluruh rakyat. 

Negara Khilafah akan melebur seluruh rakyatnya, baik Muslim maupun non-Muslim, Arab maupun non-Arab, dalam satu ikatan ideologi yang sama, yaitu Islam. Setelahndilebur dengan ideologi yang sama, seluruhnbangsa dan pemeluk agama yang hidup di dalam wilayah Khilafah mempunyai loyalitas yang sama kepada Islam. 

Meski merekanbukan Muslim. identitas mereka juga sama, yaitu Islam, termasuk bahasanya, yaitu bahasa Arab yang merupakan bahasa Islam.

Mengenai tidak adanya minoritas dan
mayoritas karena faktor etnis, suku dan
bangsa, jelas telah dinyatakan oleh Nabi saw.:

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺃَﻟَﺎ ﺇِﻥَّ ﺭَﺑَّﻜُﻢْ ﻭَﺍﺣِﺪٌ ﻭَﺇِﻥَّ ﺃَﺑَﺎﻛُﻢْ ﻭَﺍﺣِﺪٌ، ﺃَﻟَﺎ ﻟَﺎ
ﻓَﻀْﻞَ ﻟِﻌَﺮَﺑِﻲٍّ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻋْﺠَﻤِﻲٍّ ﻭَﻟَﺎ ﻟِﻌَﺠَﻤِﻲٍّ ﻋَﻠَﻰ ﻋَﺮَﺑِﻲٍّ ﻭَﻟَﺎ ﻟِﺄَﺣْﻤَﺮَ
ﻋَﻠَﻰ ﺃَﺳْﻮَﺩَ ﻭَﻟَﺎ ﺃَﺳْﻮَﺩَ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﺣْﻤَﺮَ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺎﻟﺘَّﻘْﻮَﻯ، ﺃَﺑَﻠَّﻐْﺖُ ؟ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ :
ﺑَﻠَّﻎَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ
“Wahai umat manusia, ingatlah bahwa Tuhan
kalian adalah satu, dan nenek moyang kalian
juga satu. Tidak ada kelebihan bangsa Arab
atas bangsa non-Arab, juga bangsa non-Arab
atas bangsa Arab; bangsa berkulit putih atas
bangsa kulit hitam, juga bangsa kulit hitam
atas bangsa kulit putih, kecuali karena
ketakwaannya. Apakah aku sudah
menyampaikan?”
 Mereka [para sahabat]menjawab, “Rasulullah saw. telah
menyampaikan.” (HR Ahmad). 4

Ini adalah penegasan Nabi saw. saat khutbah Haji Wada’. Dengan tegas Nabi saw.

menyatakan bahwa identitas ketakwaan atau Islam itulah satu-satunya identitas yang ada; sementara identitas kesukuan, etnis dan
bangsa semuanya telah dilebur dalam
identitas keislaman. 

Karena itu meski suku, etnis dan bangsa tertentu jumlahnya banyak,
itu tidak menentukan kedudukannya di dalam Islam. Yang menentukan adalah kualitas ketakwaan atau keislamannya.

Dengan demikian aspek dan faktor kesukuan, etnis dan bangsa yang menjadi penyebab lahirnya kelompok mayoritas dan minoritas jelas telah dihapus oleh Islam. Sebabnya, siapapun sama kedudukannya di dalam Islam.

Inilah yang juga ditunjukkan oleh Nabi saw. ketika beliau mengangkat Muhammad bin Maslamah untuk menjadi pimpinan sementara di Madinah, selama Nabi saw. tidak berada di tempat saat berperang. Padahal Muhammad bin Maslamah bukan dari suku Quraisy. 

Begitu juga Abu Bakar yang dari suku Quraisy menjadi Khalifah, menggantikan Nabi saw., meski suku Quraisy di Madinah merupakan suku minoritas karena yang menjadi pertimbangan bukan faktor kesukuan, tetapi keislamannya.

Begitu juga aspek dan faktor agama, bukan karena banyaknya pemeluknya, tetapi karena loyalitas yang harus diberikan oleh para pemeluk agama kepada Islam meski boleh jadi di wilayah tersebut pemeluk Islam tidak
banyak. Ketika Negara Islam berdiri di
Madinah, jumlah pemeluk Islam dibanding dengan pemeluk Yahudi dan penganut pagan ( musyrik) hampir berimbang, jika tidak bisa dikatakan kalah. 

Begitu juga setelah Negara Islam menaklukkan berbagai wilayah yang ada di Jazirah Arab, tidak semuanya Muslim.

Bahkan Nabi saw. memberikan jaminan
kepada non-Muslim untuk tetap dibiarkan memeluk agamanya:
ﻭَﻛَﺘَﺐَ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻴَﻤَﻦِ : ‏[ ﻣِﻦْ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻴَﻤَﻦِ
ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﻣَﻦْ ﺃَﺳْﻠَﻢَ ﻣِﻦْ ﻳَﻬُﻮﺩِﻱٍّ، ﺃَﻭْ ﻧَﺼْﺮَﺍﻧِﻲٍّ، ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ،
ﻟَﻪُ ﻣَﺎ ﻟَﻬُﻢْ ﻭَﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻣَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﻳَﻬُﻮﺩِﻳَّﺘِﻪِ، ﺃَﻭْ
ﻧَﺼْﺮَﺍﻧِﻴَّﺘِﻪِ، ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻻ ﻳُﻔْﺘَﻦُ ﻋَﻨْﻬَﺎ، ﻭَﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟْﺠِﺰْﻳَﺔُ ‏]
Baginda telah menulis surat kepada penduduk Yaman, “Dari Muhammad, Rasulullah kepada penduduk Yaman. Bahwa, siapa saja dari kalangan Yahudi yang memeluk Islam, atau dari kalangan Nasrani yang memeluk Islam, maka dia termasuk orang Mukmin. Dia akan mendapat hak dan kewajiban yang sama dengan mereka. Siapa saja yang tetap memeluk Yahudi atau Nasrani tidak boleh dipaksa meninggalkannya. Atas dirinya diwajibkan jizyah.” (HR al-Qasim dalam kitab Al-Amwâl ).

Ini membuktikan bahwa persoalan mayoritas dan minoritas karena faktor agama dalam pandangan Islam sebenarnya tidak ada.
Sebabnya, Islam yang diterapkan sebagai ideologi mengatur Muslim dan non-Muslim dengan aturan yang adil. Masing-masing juga diatur dengan hukum yang jelas dan detail tanpa dilihat mayoritas atau minoritas jumlah pemeluknya. Non-Muslim, meski berstatus sebagai Ahli Dzimmah, mempunyai hak yang sama dengan kaum Muslim, kecuali dalam perkara yang dikhususkan kepada kaum Muslim. Mereka tidak dilihat sebagai kelompok minoritas non-Muslim.

Begitu juga minoritas dan mayoritas karena faktor bahasa. Sebabnya, apapun latar belakang etnis, suku dan bangsanya, ketika mereka hidup di wilayah Islam, mereka harus
menggunakan bahasa Arab, sebagai bahasa Islam, bahasa persatuan dan kesatuan. Karena itu bangsa-bangsa non-Arab pun akhirnya menguasai bahasa Arab. 

Dari sana lahir ribuan ulama yang menguasai bahasa Arab, meskimereka bukan orang Arab. Sebut saja, Imam al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan al-Hakim dari kalangan ahli hadis; Imam az-Zamakhsyari, al-Qurthubi, Ibn Katsir dan as-Suyuthi dari kalangan ahli tafsir; Sibawaih, IbnSikiyat dan lain-lain dari kalangan ahli bahasa.

Mereka semuanya bukan orang Arab. Namun,bahasa Arab sebagai bahasa Islam telahmenjadikan mereka menguasai bahasa tersebut, bahkan melebihi orang Arab sendiri. Karena itu Nabi saw. menyatakan:
ﺃَﺣِﺒُّﻮﺍ ﺍﻟْﻌَﺮَﺏَ ﻟِﺜَﻼﺙٍ : ﻷَﻧِّﻲ ﻋَﺮَﺑِﻲٌّ، ﻭَﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥُ ﻋَﺮَﺑِﻲٌّ، ﻭَﻛَﻼﻡُ ﺃَﻫْﻞِ
ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻋَﺮَﺑِﻲٌّ
Cintailah Arab karena tiga alasan: karena aku adalah Arab, al-Quran berbahasa Arab dan bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab
(HR ath-Thabrani, al-Hakim dan al-Baihaqi).
Mempelajari, menguasai dan menggunakan bahasa Arab bukan karena suku, etnik dan bangsanya, tetapi karena perintah Nabi saw.
dan tuntutan Islam. Karena itu bahasa Arab adalah bahasa Islam. Ketika bahasa ini digunakan semata karena Islam, bukan karena dominasi bangsa Arab atas bangsa non-Arab, atau Arab mayoritas, dan non-Arab sebagai minoritas. Tidak, tetapi semata karena ini adalah bahasa Islam.

Islam tidak memberangus kebebasan
beragama non-Muslim. Mereka tetap
dibolehkan beribadah, makan, minum,
berpakaian, menikah dan talak berdasarkan agama mereka. Namun, dalam urusan lain yang tidak diatur oleh agama mereka, seperti
politik dalam dan luar negeri, pemerintahan, ekonomi, pendidikan, sosial, sanksi hukum, dan peradilan, mereka tunduk dan loyal pada
Islam. 

Jika dalam seluruh aspek di luar aspek-aspek yang diatur oleh agama mereka, mereka tunduk dan loyal kepada Islam, Negara Khilafah pun tidak akan memerangi mereka. Sebaliknya, mereka berhak mendapat perlindungan dari negara sebagai Ahli Dzimmah dengan hak yang sama dengan kaum Muslim, kecuali apa yang dikhususkan untuk kaum Muslim.

Dengan demikian jelas istilah mayoritas danminoritas yang lahir karena faktor etnis, bahasa dan agama tersebut tidak ada dalam Islam. Istilah ini juga berbahaya karena merupakan bagian dari strategi yang digunakan oleh penjajah untuk terus-menerus mengontrol negeri-negeri kaum Muslim. [KH. Hafidz Abdurrahman]


Catatan kaki:
1 Sulaiman Muhammad Tubuliyah, Al-
Ahkam as-Siyasiyyah li al-‘Aqalliyat al-
Muslimah fi al-Fiqh al-Islami , Dar al-Bayariq,
Beirut, cet. I, 1997 M/1417 H, hal. 27-28.
2 ‘Abdul Wahhab al-Kayali, Mawsu’ah
as-Siyasah, al-Mu’assasah al-‘Arabiyyah li ad-
Dirasah wa an-Nasyr, Beirut, cet. I, 1987, Juz
I/244.
3 Ahmad ‘Athiyyatullah, Al-Qamus as-
Siyasi , Dar an-Nahdhah al-‘Arabiyyah, Kaero,
cet. II, 1968, hal. 96.
4 Lihat: al-Albani, Silsilah al-Ahâdits as-
Shahîhah , Juz VI/199.

Pahlawan adalah gelar yang diberikan kepada orang yang telah berjasa besar kepada orang lain, bisa masyarakat bahkan bangsa atau negara. Seperti pahlawan yang telah gugur mendahuluhi kita contohnya. 

Telah berjuang dengan gigih berani melawan penjajah dan mengusir para penjajah dari negeri kita tercinta ini.

  
     
Pahlawan pasti rela berkorban. Harta benda yang telah dikumpulkan susah payah diberikan untuk berkontribusi dalam perjuangan. 

Disela sela memenuhi kebutuhan hidup waktu juga dicurahkan untuk tujuan yang hendak diraih. 

Tak hanya itu saja, batin dan fikiran pun digunakan untuk memikirkan strategi atau langkah rencana yang akan dipilih.

Itulah sedikit gambaran tentng pahlawan. Semoga menambah wawasan. 

Silahkan menambahkan jika memiliki tambahan gambaran tentang pahlawan di kolom komentar. 


Nurul Fahmi (berkaos hijau tua) bersama KH Arifin Ilham dan aparat kepolisian saat dibebaskan Polres Metro Jakarta Selatan, Selasa (24/01/2017).

Usabersyariah.Com– Nurul Fahmi (NF), pemuda yang telah dibebaskan oleh Polres Metro Jakarta Selatan, Selasa (24/01/2017), sebelumnya ditangkap karena membawa bendera bertulisan kalimat tauhid.

Penangkapan Nurul Fahmi tersebut mengundang sorotan tersendiri oleh berbagai kalangan, termasuk Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak.

Dahnil menilai, kepolisian harus bertindak adil dalam penegakan hukum agar tidak berdampak buruk dan menimbulkan kemarahan publik.

“Karena orang yang melakukan corat-coret bendera (Merah PUtih) itu, kan, banyak sekali. Tapi kemudian yang ditindak hanya NF,” ujarnya kepada hidayatullah.com di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, beberapa waktu sebelum pembebasan Nurul Fahmi.

Apalagi, sambung Dahnil, tulisan yang terdapat pada bendera yang dipakai Nurul Fahmi tersebut adalah kalimat “La ilaha illallah”.

Sehingga, lanjutnya, bukan tidak mungkin penangkapan itu diterjemahkan oleh masyarakat seakan sebagai bentuk fobia Islam.

“Kalau menggunakan simbol Islam itu ditindak, kalau yang lain tidak,” ungkapnya mengkritisi.

Dikhawatirkan Ciptakan Kekacauan Baru

Dahnil mewanti-wanti, dengan ketidakadilan dalam penegakan hukum seperti ini justru menciptakan kekacauan baru.

Yang mana, kata dia, jika kondisinya seperti ini, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian terus menurun.

Kepastian Hukum dan Keadilan di Indonesia Dinilai Semakin Langka

Diketahui, Selasa siang Nurul Fahmi sudah dibebaskan oleh Polres Metro Jakarta Selatan. 

Penangguhan penahanan itu atas jaminan KH Arifin Ilham, pihak keluarga Nurul Fahmi, dan kuasa hukumnya.*

( hidayatullah )

UsaBersyariah.Com - Komunitas pencinta kuliner Kota Semarang, Brotherfood Kuliner Semarang, kembali menggelar festival makanan olahan daging babi atau Pork Festival. Hal ini dilakukan dalam menyambut Imlek tahun 2017. Acara ini akan digelar tempat yang sama seperti tahun lalu, di Mall Sri Ratu di Jl. Pemuda, Semarang pada 23-29 Januari 2017.



Festival yang sudah berlangsung tahun lalu ini masih menyisakan pro dan kontra. Pada tahun 2016 lalu saja, pada saat perdana acara tersebut sempat mendapat penolakan dari organisasi masyarakat (Ormas) Islam di Semarang. Meski demikian, penolakan itu tak berdampak pada pembatalan acara tersebut, sehingga acara tetap berlangsung (semarangpos.com, 2017).

Mengutip apa yang disampaikan oleh Ketua Brotherfood Semarang, Firdaus Adi Nugroho yang menyatakan bahwa, “Kali ini kami juga yakin tak akan ada gangguan dari pihak-pihak luar yang tidak setuju. Saya yakin karena masyarakat di Semarang memiliki toleransi yang tinggi. Toh, sudah jelas jika makanan yang disajikan adalah daging babi, jadi yang tidak sesuai keyakinan, dimohon untuk tidak datang apalagi mencicipi,” beber Daus (semarangpos.com, 2017).

Pernyataan Ketua Brotherfood Semarang tersebut merupakan bentuk kebablasan toleransi yang dijamin oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang. Penyelenggaraan Pork Festival ini merupakan toleransi yang kebablasan dari Pemkot semarang yang gagal paham dalam mengatur hal tersebut ditengah mayoritas muslim Semarang, terlebih acara di selenggarakan di tempat umum. Seharusnya acara-acara tersebut di selenggarakan di tempat yang terbatas pada komunitas mereka saja, tanpa mengurangi hak-hak mereka.

Ada Pemlintiran Kesepakatan

Berikut adalah kronologisnya, pada hari Jum’at (20/1-2017), Forum Umat Islam Semarang (FUIS) melakukan audiensi ke Polrestabes Semarang terkait penolakan Pork Festival, juga hadir di sana Panitia Penyelenggara acara, yaitu Firdaus. Berikut isi kesepakatannya yang ditandatangani oleh Firdaus Adinegoro dan FUIS (Forum Umat Islam Semarang).

“Bersama ini menyatakan dengan tanpa ada paksaan, 

penyelenggaraan Pork Festival dibatalkan dan 

akan fokus menyelenggarakan Perayaan IMLEK. 

Dan kami berjanji tidak akan menyelenggarakan 

Pork Festival dan sejenisnya di waktu mendatang. 

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dapat dijadikan 

maklum adanya.”

Namun pada tanggal 23 Januari 2017, acara tersebut tetap berjalan dengan pengubahan nama, dari Pork Festival menjadi Festival Kuliner Imlek, walaupun namanya diubah, tetapi sama esensinya. 

Penyelenggaraan Pork Festival memang dibatalkan, namun Perayaan IMLEK tetap berjalan di tempat yang sama dan tetap terdapat makanan olahan daging babi.



Padahal jelas-jelas tidak ada kalimat yang menyatakan boleh menyelenggarakan acara dengan mengganti nama acara, atau kalimat-kalimat yang semisalnya dalam nota kesepakatan tersebut. Dan jelas bahwa panitia berjanji untuk tidak akan menyelenggarakan Pork Festival dan sejenisnya di waktu mendatang. Ada indikasi pemlintiran dan kepentingan di sini agar acara tetap berjalan.

Dilema Umat Islam Dalam Demokrasi

Dalam Islam terdapat batasan-batasan tentang hal ini, Mazhab Imam Abu Hanifah menyatakan: “Islam membolehkan ahlu dzimmah meminum minuman keras, memakan daging babi, dan menjalankan segala aturan agama mereka dalam wilayah yang diatur oleh syariat.”

Dalam kepimimpinan Islam, acara-acara non-muslim tersebut harus dilakukan secara privat dan tidak dilakukan di ruang publik. Namun bila, misalnya seorang ahlu dzimmah membuka toko yang menjual minuman keras, atau mengadakan event yang mempromosikan minuman keras, maka dia akan dihukum berdasarkan aturan syariat Islam. Aturan ini adalah konsekwensi dari Pemimpin Muslim dan Kepemimpinan Islam yang telah Rasulullah contohkan.

Ini menjadi dilema kaum muslim yang menolak event ini. Karena dari pihak panitia sendiri sudah melarang orang islam untuk datang ke acara Pork Festival. Justru ketika kita melarangnya akan menimbulkan tuduhan atau cap sebagai kaum intoleran, seperti yang diucapkan oleh Firdaus selaku Ketua Brotherfood Semarang, “Sama seperti tahun lalu, ia pun meminta kepada warga Muslim agar tak datang ke lokasi Pork Festival. Ini demi mengantisipasi protes dari kaum intoleran yang selama ini ada di Ibukota Jateng” (metrosemarang.com, 2017).

Inilah kalau pemimpin muslim tapi tidak menerapkan sistem Islam, hanya muslimnya saja yang memimpin, namun bukan Islamnya yang mempimpin. Artinya Islam belum menjadi kepemimpinan ditengah-tengah umat, sehingga hal-hal dilematis ini akan tetap ada di tubuh kaum muslim, kewajiban karena tuntutan aqidah akan berujung pada cap intoleran, radikal, melanggar HAM dan cap-cap lainnya. 

Maka kita kaum muslim juga butuh kepemimpinan Islam, bukan hanya pemimpin yang muslim saja. Kemaksiatan yang berbalut kebablasan toleransi akan tetap ada dan bahkan umat Islam akan juga terus diserang dengan toleransi ala Demokrasi.



Allah Swt menurunkan syariat Islam kepada Rasulullah saw sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, bukan hanya muslim saja, apapun warna kulit, agama, ras, dan segala latar belakang mereka.

"Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam" (TQS. al-Anbiya [21]: 107).

Jika kita kaji syariat dengan baik, maka kita akan melihat betapa syariat Islam telah memberikan panduan rinci bagaimana menangani urusan kaum Muslim, juga non-Muslim, yang hidup di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Penerapan syariat terhadap non-Muslim merupakan metode praktis dakwah Islam kepada non-Muslim. Adakah cara yang lebih baik bagi non-Muslim untuk melihat kebenaran Islam selain dengan hidup berdasarkan sistem Islam itu sendiri, dan mengalami kedamaian dan keadilan hukum Allah Swt?.

Wallahu a’lam bishowab  

Oleh : Septian Wahyu (Lajnah Khusus Mahasiswa HTI Kota Semarang)


UsaBersyariah.Com --- Direktur eksekutif All Dulles Area Muslim Society yang juga merupakan tokoh terkenal di Washington Imam Mohamed Magid turut hadir dalam proses pelantikan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Magid hadir dalam acara tokoh lintas agama bersama 26 tokoh lainnya yang diadakan di Katedral Nasional Washington. Trump ikut hadir dalam acara tersebut. 

Dalam khutbahnya, Magid membacakan dua ayat Alquran yang berisi pesan-pesan politik untuk presiden baru dan pemerintahannya. Magid membacakan surah al-Hujarat dan ar-Rum. 

Kedua ayat Alquran yang disampaikan Magid menceritakan tentang bagaimana Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai jenis bangsa, suku maupun warna kulit. Ayat ini dipilih mengingat meningkatnya insiden kebencian atas muslim dalam beberapa waktu terakhir.

Ketua Dewan All Dulles Area Muslim Society Rizwan Jaka mengatakan, pemilihan ayat Alquran yang dibacakan pada saat pelantikan telah disetujui oleh pejabat di Katedral Nasional Washington. "Setelah pemilu, banyak hal yang dikatakan tentang Muslim, dan ada pertanyaan tentang kesetiaan Muslim. 

Ayat-ayat ini dimaksudkan untuk menyampaikan pesan bahwa kita harus datang bersama-sama dan menghormati keragaman. Tuhan menciptakan kita dalam keberagaman," ujar Rizwan Jaka seperti dilansir cnn.com, Senin (21/1).

Magid sejatinya akan mengumandangkan azan, tapi terjadi perubahan dan memilih membacakan Alquran. Namun, keberadaan Magid dalam acara pelantikan ini mendapat kritik dari beberapa Muslim Amerika. Mereka menyesali sikap Magid untuk ikut serta dalam lcara tokoh lintas agama tersebut. 


Penolakan ini cukup beralasan mengingat beberapa retorika dan rencana kebijakan yang dibuat Trump dinilai merugikan Muslim Amerika. Magid merupakan tokoh yang sering dihadirkan dalam acara lintas agama dan pemerintah di Washington selama bertahun-tahun. Tahun lalu, FBI memberikan penghargaan kepada organisasi yang ia pimpin karena membantu memperkuat ikatan antara Muslim lokal dan penegakan hukum.

Dari 2010 hingga 2014, Magid memimpin Islamic Society of North America. Ia juga pernah masuk dalam deretan tokoh 500 Muslim yang paling berpengaruh di dunia.[rol]

UsaBersyariah.Com --- Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Yusri Yunus melaporkan perihal penemuan buku kisi-kisi ujian nasional (UN) yang bermotif palu arit. Buku tersebut ditemukan di SMAN 1 Kawali, Kabupaten Ciamis.

Ditemukannya Lambang Palu-Arit Ada di Buku Kisi-Kisi UN Ini

"Gambar dengan motif palu arit ditemukan termuat dalam buku kisi-kisi ujian nasional halaman 16, dengan judul New Mentor: Rahasia Cerdas Membedah Kisi–Kisi UN Bahasa Inggris SMA/MA 2016 yang terdiri dari 170 halaman," kata Yusri kepada wartawan, Senin (23/1).

Menurut dia, pada halaman 16 di bagian latihan soal, termuat sebuah teks tulisan berjudul “Announcing the Robert S Kenny Prize”. Tulisan itu dilengkapi dengan gambar palu arit di bawahnya dan dua buah soal pilihan di sampingnya. Tulisan tersebut dalam bahasa Inggris yang intinya menceritakan penghargaan kepada pejuang buruh dan marxis.

Buku diketahui diterbitkan dari tim penulis dari Mas Media Buana Pustaka, dengan editor Qurrota Ayuni. Adapun Pengadaan buku tersebut bersumber dari alokasi dana BOS SMA 1 Kecamatan Kawali. Berdasarkan penemuan tersebut, kepolisian beserta pihak terkait melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pihak sekolah untuk menarik peredaran buku tersebut dari siswa-siswi SMAN 1 Kawali kelas XII. 

"Perlu kiranya melaksanakan Rapat Forkopimda dan Kominda dengan mengundang Disdik Ciamis untuk mengambil langkah konkret terkait dengan penemuan buku tersebut agar tidak berkembang menjadi isu nasional," ujar Yusri memberikan saran ke pihak terkait.[rol]

Kronologi Ditemukannya Buku Kisi-Kisi UN Bergambar Palu-Arit

Kepala Sekolah SMAN 1 Kawali Sudarman mengakui adanya buku bergambar palu arit yang ditemukan di sekolahnya. Namun, ia menyebut, buku itu belum sampai di tangan murid karena masih tahap pengecekan oleh guru.

Ia menjelaskan, dalam setiap peredaran buku baru, para guru tentunya mempelajari dan mengecek lebih dahulu buku sebelum sampai ke tangan murid. Dalam proses itulah, buku yang sebenarnya diperuntukkan bagi materi ujian nasional (UN) tersebut ternyata mengandung muatan komunis. 

Berbekal laporan guru sekitar dua pekan lalu itu, ia segera melarang penggunaan buku materi UN dengan mata pelajaran bahasa inggris. "Ada gambar palu arit di materi soal UN, belum diedarkan lagi dipelajari guru ternyata ada gambar itu jadi saya larang. Sebenarnya yang tahu hanya saya dan guru dan itu buku sudah diserahkan ke penerbitnya sekarang," katanya kepada Republika.co.id, Senin (23/1).

Selain pelarangan penggunaan buku secara temporer kala itu, ia juga melaporkannya ke UPT pendidikan terkait sekitar sepekan lalu. Dari sanalah diputuskan penggunaan buku resmi dilarang permanen. "Saya lapor ke UPT seminggu lalu, katanya sudah jangan dipakai. Sebelumnya buku ini ditujukan untuk kelas tiga yang mau menghadapi UN," ujarnya.

Sampai saat ini, pihak SMAN 1 Kawali sudah berkoordinasi dengan Polres Ciamis dan Kodim. Hasilnya, diterbitkan berita acara penyerahan buku ke pihak penerbit atas nama Mas Media Buana. Sudarwan pun meminta pihak penerbit mengganti buku dengan buku lain yang tak mengandung muatan komunis. "Saya minta ganti itu buku 80 eksemplar. Jangan sampai ada gambar semacam itu lagi," ujarnya.[rol]

UsaBersyariah.Com --- Sehubungan dengan munculnya sekelompok pemuda dengan klaim mewakili Mahasiswa Indonesia yang kemudian melayangkan sebuah Resolusi. 



Bismilahi Arrahman Arrahim

Resolusi tersebut pada dasarnya ikut mendorong upaya rezim melakukan kriminalisasi terhadap Habib Rizieq Syihab yang merupakan salah satu Ulama pewaris Nabi dan juga seolah menuduh aksi-aksi umat Islam Indonesia sebagai pemecah belah bangsa, Kami Mahasiswa dan Pemuda Islam Indonesia menyatakan:

1. Bahwa manuver dukungan kriminalisasi terhadap ULAMA PEWARIS NABI dan ormas  Islam  yang dilakukan oleh SEGEROMBOLAN pemuda tersebut, justru merupakan upaya adu domba antar elemen bangsa yang dapat menyulut disintegrasi bangsa Indonesia dan sikap intoleransi antar umat beragama;

2. Bahwa upaya SEGEROMBOLAN pemuda yang mengaku mahasiswa tersebut adalah sangat disayangkan karena bukan kritis terhadap segala bentuk kedzaliman rezim, justru ikut mendorong pembungkaman yang dilakukan rezim terhadap berbagai bentuk kritik ULAMA PEWARIS NABI terhadap rezim;

3. Bahwa Seharusnya perjuangan mahasiswa adalah melawan hegemoni NEOLIBERALISME serta tajam kritisnya terhadap penguasa khianat yang menjual aset negara kepada Aseng dan Asing, bukan  malah menjadi kepanjangan tangan para komprador; 

4. Bahwa Rezim hari ini justru mencoba melakukan kriminalisasi terhadap Islam, aktivisnya dan para ulama  padahal  sesungguhnya solusi atas  rusaknya negeri ini ada pada ISLAM yang diperjuangkan oleh para aktivisnya dan ULAMA;

5. Bahwa Alih-alih menangkap AHOK yang secara nyata melakukan penistaan dan intoleran, rezim malah melakukan KRIMINALISASI terhadap HABIB RIZIEQ SHIHAB, ulama serta aktivis Islam lainnya, dengan menggiring opini seolah ulama dan ormas Islam lah yang intoleran dan anti kebhinekaan;

6. Bahwa sikap permusuhan terhadap ULAMA PEWARIS NABI merupakan salah satu ciri khas gerakan PKI, sehingga ini merupakan salah satu bukti KEBANGKITAN PKI yang merupakan BAHAYA LATEN bagi  Indonesia.

Karena itu, DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA DAN  DIDORONGKAN KEINGINAN LUHUR, Kami PEMUDA DAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA menyerukan:

1. Kepada Pemuda dan Mahasiswa Islam Indonesia agar memperkuat ukhuwah Islamiyyah, untuk terus melakukan PEMBELAAN terhadap ISLAM dan ULAMA PEWARIS NABI dari segala bentuk pembungkaman serta terus melakukan perlawanan kepada kedzaliman demi tegaknya SYARIAT Allah yang akan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi Indonesia;

2.  Kepada Pemuda dan Mahasiswa Islam Indonesia untuk menyatukan barisan, untuk menjaga Indonesia dari berbagai ancaman dan gangguan berbagai macam paham yang dapat merusak Aqidah Islamiyyah dan keutuhan Indonesia. Serta bahu membahu memperjuangkan tegaknya SYARIAH secara KAAFAH sebagai solusi atas bobroknya NEOLIBERALISME dan rezim yang mengkhianati rakyatnya; 

3. Kepada pemegang kekuasaan, untuk bertaubat dan menghentikan politik adu domba serta berhenti menjadi KOMPRADOR ASING dan ASENG, juga menghentikan segala bentuk kebijakan dan tindakan yang memusuhi ajaran Islam dan Umat Islam.

4. Kepada seluruh elemen rakyat Indonesia untuk mewaspadai gejala gerakan KEBANGKITAN PKI yang secara nyata memusuhi para ULAMA PEWARIS NABI;

5. Kepada Seluruh elemen Bangsa Indonesia untuk menghidupkan PERADABAN DIALOG yang dapat mengikis kesalah-pahaman antara anak bangsa, sehingga dapat tercipta kedamaian dan toleransi.

Kami yang bersikap:

- PP Gema Pembebasan
- PP Front Mahasiswa Islam
-Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus Nasional
- PB Pemuda Al Irsyad
- Front Santri Indonesia
- LDK Alkaramah UIN Pekanbaru
- LDK BKLDK UHO
- LDK Kalam UPI Bandung
- LDK DKM UNPAD 
- HATI ITB
- UKM LDK UMI
- LK Uswah UNHAS
- FRM UI
- Senat BSI Cimone Tangerang
- LDK Al Hijrah Teuku Umar
- LDK BDM AL- Hikmah UM
- Forum Pemuda Islam Bekasi
- MPM Universitas Haluoleo
- BEM UIR
- BEM Thabrani Riau
- BEM Fekon Universitas   Riau
- BEM STIS Surabaya
- BEM PTDI
- BEM FAI Unismuh Palu

Usabersyariah.Com -- Wabah informasi hoax, khususnya di media sosial, telah menyita perhatian dunia termasuk Indonesia. Pesatnya perkembangan telepon pintar membuat publik semakin mudah mengakses beragam informasi dan berita hanya dalam genggaman tangan. Imbasnya informasi palsu ikut tersebar dengan mudah, yang bagi sejumlah orang malah diyakini sebagai kebenaran. Bahkan tidak sedikit tokoh masyarakat, institusi negara, dan ormas menjadi korban dari penyebaran hoax.   



Hal ini mendorong pemerintah membentuk Badan Siber Nasional (BSN) yang akan memproteksi kegiatan siber secara nasional. Dengan demikian diharapkan masyarakat tidak akan bingung dengan informasi yang beredar (infohumas.com). Sebelumnya, Departemen Komunikasi dan Informatika RI telah melakukan pemblokiran 700.000 lebih situs, termasuk di dalamnya situs-situs hoax (kompas.com).   

Upaya menangkal penyebaran berita hoax tidak hanya dilakukan oleh pemerintah. Masyarakat juga berinisiatif melawan berita hoax. Berbagai komunitas anti hoax dibentuk untuk mengajak masyarakat agar lebih cerdas menyikapi media sosial dan bersama-sama melawan hoax. Masyarakat pun bisa melaporkan berita-berita hoax yang mereka temukan ke situs-situs yang telah mereka sediakan, termasuk melalui aplikasi Turn Back Hoax.   

Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kristiono menuturkan, Turn Back Hoax merupakan langkah awal yang baik untuk membatasi peredaran berita hoax. Namun hal itu dianggap belum cukup. Menurutnya, masih perlu dilakukan langkah yang menyentuh sumber persoalan. Yakni, literasi baca yang rendah sebagai akibat dari edukasi yang juga rendah. "Untuk itu tentunya diperlukan tambahan pengetahuan dan peningkatan pendidikan di Indonesia," tuturnya. Ditambahkan pula oleh Ketua Bidang Kebijakan Strategis Mastel Teguh Prasetya, perlu ada kerja sama untuk meningkatkan literasi digital informasi masyarakat agar masyarakat bisa membedakan mana informasi yang benar dan mana yang merupakan informasi hoax (radarpekalongan.com).   

Maraknya peredaran hoax saat ini setidaknya dipicu oleh dua motif, yaitu ekonomi dan politik. Ada situs-situs yang memang sengaja dibuat dengan tujuan mendapatkan kunjungan sebanyak mungkin dengan membuat berita penuh sensas, pada ujungnya pengelola akan mendapatkan uang dari pihak Google. Selain itu, motif untuk menjatuhkan lawan politik, baik tokoh maupun kelompok juga marak. Hal semacam ini tentunya bisa memecah belah umat dan bangsa.   

Berita Hoax, Mampukah Dihilangkan ?   

Di alam demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat seperti sekarang ini, menghilangkan berita hoax di tengah-tengah masyarakat ibarat memotong rumput liar yang senantiasa muncul meskipun sudah dipotong berulang kali. Upaya pemerintah untuk menangkal berita hoax tidak akan berjalan efektif. Mengapa ? Karena akar permasalahannya yaitu sistem demokrasi-kapitalisme masih dibiarkan diterapkan di tengah-tengah masyarakat kita. Sistem ini begitu menjunjung tinggi kebebasan, termasuk kebebasan berpendapat.   

Dengan dibukanya kran kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi, orang bebas menyebarkan informasi apa saja. Tidak ada batas yang jelas antara berita yang benar dan yang salah karena standar kebenaran berada di tangan manusia yang sifatnya relatif. Akibatnya, banyak ambiguitas dalam menilai mana informasi yang layak sebar atau sebaliknya.   

Walaupun telah ada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur soal penyebaran informasi dan pemberian sanksi pidana penjara enam tahun dan denda Rp.1 miliar kepada siapa saja yang menyebarkan berita hoax walaupun hanya sekedar menyebarkan (forward), tidak semua orang dapat tersentuh aturan ini. Mengingat begitu banyaknya pengguna medsos dibandingkan jumlah SDM dan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengawasi pengguna sosmed yang jumlahnya mencapai 132 juta pada tahun 2016 (kompas.com).   

Dalam sistem kapitalisme dimana halal-haram ditinggalkan, orang akan melakukan apa pun untuk bisa meraih keuntungan sebesar mungkin dengan modal sekecil-kecilnya, termasuk dengan menyebarkan berita hoax. Bisnis situs berita hoax dianggap menguntungkan dan tak perlu modal serta biaya operasional besar. Inilah sebabnya mengapa bisnis ini begitu menarik minat banyak orang. Pendapatan rata-ratanya bisa mencapai Rp.600 juta - 700 juta/tahun. Angka yang sangat menggiurkan dalam kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang ini.   

Rendahnya literasi digital masyarakat sehingga berita hoax dengan mudah diterima dan dilahap di masyarakat tidak terlepas dari sistem pendidikan berbasis sekulerisme yang diterapkan negeri ini. Masyarakat tidak memiliki standar yang jelas untuk memilah suatu berita. Apalagi menjadikan Islam sebagai standar untuk menilai kebenaran suatu berita. Islam dimarginalkan sebatas mengatur ibadah ritual, tidak dijadikan sebagai standar benar-salah, baik-buruk, terpuji-tercela dalam kehidupan pribadi, masyarakat maupun bernegara.   

Faktor ideologi pun tidak kalah pentingnya. Meskipun sering dikatakan bahwa media, khususnya media massa, harus netral dan objektif, tapi fakta di lapangan mengatakan sebaliknya. Media akan senantiasa berpihak mengikuti arah kebijakan sang pemilik media. Itu berarti tergantung kepada ideologi yang diemban si pemilik media.   

Media sebagai pilar keempat demokrasi akan menjadi penjaga eksistensi ideologi demokrasi-kapitalisme. Masih ingat bagaimana AS menggunakan media untuk "membohongi" dunia bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal sehingga menjadi alasan bagi AS untuk menyerangnya pada tahun 2003? Begitupun dengan kasus terorisme yang diidentikkan dengan Islam. Media punya peranan besar - tidak terkecuali media sosial - untuk menyebarkan berita hoax bahwa terorisme identik dengan Islam.   

Pandangan Islam terhadap Berita Hoax  
Islam sebagai dien yang sempurna, tentunya mengatur juga masalah ini. Di dalam al-Qur’an telah jelas diterangkan bahwa berita bohong atau hoax adalah modal orang-orang munafik untuk merealisasikan niat kotor mereka,

 "Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang- orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar, dalam keadaan terlaknat. Dimana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya" (TQS. al-Ahzaab 33 : 60-61).   

Sebagai seorang Muslim kita diperintahkan untuk tabayyun atau meneliti kebenaran sebuah berita sebelum mempercayai apalagi menyebarkannya, yang bisa menjerumuskannya dalam fitnah. Allah SWT berfirman, 

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu" (TQS.al-Hujurat 49 : 6)   

Ketika menerima atau mendengar berita bohong (hoax) dan menyebarkannya, terkadang kita menganggapnya sebagai hal yang kecil atau biasa, padahal itu di sisi Allah SWT adalah perkara besar, sebagaimana firman Allah SWT,

 "(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakann dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga dan kamu menganggap sesuatu yang ringan saja. Padahal dia di sisi Allah adalah besar" (TQS. an-Nuur 24 : 15).

Adapun bagi mereka yang menyebarkan berita hoax tanpa menyadari bahwa berita itu bohong, maka Allah SWT telah memperingatkan kita dalam surat al-Isra ayat 36 yang artinya,

”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabannya."   

Cara Islam Mengatasi Berita Hoax   

Tanpa adanya ketakwaan individu, kontrol dari masyarakat, dan penjagaan oleh negara sebagai pelayan rakyat, maka keberadaan berita hoax akan senantiasa mengiringi sejarah perjalanan s

uatu masyarakat. Ketiga hal ini hanya ada dalam sistem Islam dimana individu, masyarakat dan negara berjalan di atas satu koridor yang sama, yaitu keimanan kepada Allah SWT. Semuanya harus tunduk pada aturan Al-Khaliq dalam seluruh aspek kehidupan sebagai konsekuensi keimanan mereka kepada-Nya.   

Di dalam sistem Islam, edukasi terhadap masyarakat, khususnya literasi digital, melalui sistem pendidikan yang dilakukan negara akan mendidik individu masyarakat dalam memilah berita atau informasi berdasarkan standar yang jelas dan pasti, yaitu aqidah Islam.   

Tidak terkecuali bagi insan media.  Mereka harus memiliki framing yang jelas ketika menyajikan berita, yaitu berdasarkan sudut pandang Islam. Ada kode etik jurnalis yang harus dipatuhi sehingga berita yang disebar adalah berita yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan, serta tidak bertentangan dengan hukum syara.   

Masyarakat juga akan mengontrol berita-berita yang beredar karena aktivitas amar ma'ruf berjalan. Begitu pun dengan negara. Negara melalui Departemen Penerangan akan mengawasi media massa dan media sosial sehingga berita-berita yang beredar di tengah-tengah masyarakat adalah berita yang benar dan tidak bertentangan dengan aqidah dan hukum-hukum Islam.   

Jika media massa, termasuk media sosial,  melakukan tindakan pidana maka negara dapat memberikan sanksi berupa ta'zir (hukuman yang tidak ditentukan kadarnya oleh syariah),  kecuali pidana qadzaf (menuduh berzina) yang termasuk kategori hudud (hukuman yang ditetapkan kadarnya oleh syariah). Beberapa tindakan pidana itu adalah melakukan provokasi (tahridh), penghinaan (sabb), memfitnah (iftira'), menuduh berzina (qadzaf), menyebarkan gambar porno dan menyebarkan berita bohong.

Media massa dalam Islam akan menjadi alat konstruktif untuk memelihara identitas keislaman masyarakat, di samping sebagai sarana dakwah yang akan menampilkan kemampuan dan kekuatan Islam dalam mewujudkan islam rahmatan lil'alamin.  Ini semua tentunya akan terwujud ketika sistem Islam diterapkan oleh sebuah institusi negara yang bernama Daulah Khilafah Islamiyah.  
 Wallahu'alam bi ash-shawab[]

Oleh : Lisa Erisca, S.Si.,Apt. (Tim Media Muslimah DPD I HTI Jabar) 

==============================
Dukung terus Opini Syariah dan Khilafah. Raih Amal Sholih dengan Ikut Serta Menyebarkan Status ini.
==============================
Jika Saudari ingin bergabung dalam perjuangan MUSLIMAH HIZBUT TAHRIR INDONESIA silahkan layangkan pesan dengan format:
NAMA JELAS, ALAMAT LENGKAP, NO TELP/HP, ALAMAT EMAIL.

Insya Allah, Muslimah Hizbut Tahrir di daerah terdekat akan segera menghubungi.
==============================
Silahkan ikuti kami di:
www.hizbut-tahrir.or.id
Facebook : www.facebook.com/opinimhti
Twitter : www.twitter.com/women4khilafah
Instagram: www.instagram.com/muslimahhtiid
Youtube : www.youtube.com/user/MUSLIMAHMEDIACENTER
Radio CWS: www.muslimah-htichannel.blogspot.com/


UsaBersyariah.Com --- Tidak banyak yang berubah dari wajah dunia Islam 2016 yang lalu. Dunia Islam masih diliputi catatan kelam di berbagai wilayah. Masih menjadi objek penjajahan negara-negara kapitalis di bawah komando Amerika Serikat. Umat Islam pun menjadi korban baik harta maupun jiwa.

Apa yang terjadi di dunia Islam, tidak bisa dilepaskan dari kebijakan dan makar negara-negara imperialis ini yang memusuhi Islam. Tindakan mereka semakin mulus dengan adanya penguasa negeri-negeri Islam yang menjadi kaki tangan Barat. Dan semua itu dikokohkan dengan sistem kapitalisme sekuler yang diadopsi baik secara sadar ataupun terpaksa di negeri-negeri Islam. Beberapa peristiwa penting dunia Islam yang mencerminkan hal diatas antara lain :

Krisis Suriah: Konspirasi Barat dan Pengkhianatan Penguasa Negeri Islam

Krisis berkepanjangan masih terjadi di Suriah. Ditandai dengan kejatuhan Halab ke tangan rezim Basyar Assad pada Desember 2016. Tidak hanya menyasar perumahan penduduk, jet-jet tempur Rusia menghancurleburkan sekolah-sekolah dan rumah-rumah sakit. Bukan hanya membunuh pasien-pasien yang seharusnya dirawat dan dilindungi, tetapi juga dokter dengan tugas sucinya. 

Diperkirakan saat akhir kejatuhan Aleppo, hanya terdapat 35 dokter yang tersisa di Aleppo Timur; satu orang untuk setiap 7.143 orang, dengan asumsi penduduknya berjumlah 250.000 orang. Ribuan orang telah terbunuh dalam pengepungan Aleppo ini

Hampir enam bulan, kota Halab atau Aleppo, dengan penduduk seperempat juta orang, dibombardir jet-jet tempur Rusia dan rezim buas Bashar. Mereka membakar kota dengan bom-bom barrel dan bom cluster yang berdaya rusak mengerikan. Bom itu berisi bom-bom kecil yang meledak dan terbakar di wilayah yang luas, sehingga membakar kota, nyaris tanpa tersisa.

Semua ini melengkapi lebih dari 400ribu rakyat Suriah yang terbunuh akibat keganasan rezim Basyar. Seperti yang diberitakan the Guardian, mengutip Pusat Penelitian Kebijakan Suriah Dalam lima tahun Konflik Suriah 400 ribu warga Suriah telah terbunuh akibat perang, 70 ribu lainnya terbunuh akibat ketiadaan sarana kebutuhan dasar seperti air bersih dan kesehatan. Yang terluka diperkirakan mencapai 11 persen populasi, sekitar 1,9 juta orang. Harapan hidup pun menurun dari 70 pada tahun 2010 menjadi 55,4 pada tahun 2015. Kerugian ekonomi secara keseluruhan akibat konflik diperkirakan mencapai USD 255 miliar. Pengungsi Suriah yang hidup di tenda-tenda yang menyedihkan diperkirakan mencapai 4 juta orang.

Apa yang tejadi di Suriah tidak bisa dilepaskan dari kekhawatiran Amerika berdirinya negara Khilafah di Suriah. Revolusi Suriah berbeda dengan Arab Spring, rakyat Bukan hanya menuntut pergantian rezim tapi juga sistem, merekapun menuntut penerapan syariah Islam dan Khilafah. Mereka juga menolak tawaran Demokrasi Sekuler. Kebijakan asasi utama Amerika adalah tetap mempertahankan Suriah menjadi negara sekuler, mencegah berdirinya negara Khilafah yang mengancam kepentingan penjajahan Barat. Untuk itu Amerika mempertahankan Bashar Assad sampai ada pengganti yang bisa dikendalikan.

Setelah berbagai manuver dilakukan namun gagal, Bashar Assad dan Rusia dengan berkordinasi dengan Amerika menjalankan strategi tunduk atau dihancurleburkan (bumi hangus). Mereka berharap wilayah-wilayah yang dianggap tidak sejalan dengan agenda Amerika tunduk akan tunduk. Sehingga dukungan rakyat terhadap pasukan perlawanan anti Barat akan berkurang. Kelompok-kelompok perlawanan pun akan mau diseret ke meja perundingan untuk menyetujui agenda-agenda Amerika untuk Suriah.

Semua ini dalam kordinasi dengan Amerika untuk memuluskan agenda politik negara imperialis itu. Aleppo atau Halab adalah salah satu diantaranya. Amerika menggunakan tangan Rusia untuk membombardir Halab. Kejatuhan Aleppo ke tangan rezim bukanlah karena kekuatan pasukan rezim, akan tetapi persekongkolan para konspirator sesuai rencana yang disepakati antara Russia dan Turki dengan supervisi dari Amerika.

Pendalaman lihat :




Serbuan ke Mosul, Upaya Memecah Belah Irak

Terkait dengan Irak, salah satu peristiwa penting pada 2016, adalah upaya merebut kembali daerah Mosul dari ISIS. Pada 17 Oktober 2016 telah diumumkan dimulainya pertempuran untuk merebut kembali Mosul. Pertempuran yang terjadi saat ini tidak bisa dilepaskan dari rangkaian episode untuk memecah belah Irak berdasarkan basis sektarian: wilayah sunni, syiah dan Kurdi. Ini adalah rencana lama Amerika yang sudah dirancang bahkan sebelum penduduk Irak dilakukan. Rancangan jahat ini sudah dimulai sejak Amerika menetapkan zona larangan terbang di utara Irak tahun 1991. Dengan itu, wilayah Kurdistan menjadi mirip negara (quasi-state). Saat Amerika menduduki Irak tahun 2003, Bremer menetapkan rezim Irak asas sektarian.

Amerikapun mengandalkan al-Maliki dengan sifat sektariannya. Amerika menggunakannya untuk memprovokasi Sunni guna menciptakan permusuhan antara Sunni dan Syiah. Amerika memanfaatkan pandangan ISIS terhadap Syiah dan mempermudah masuknya ISIS ke Mosul untuk meningkatkan keretakan di antara kedua kelompok (Sunni dan Syiah). ISIS juga dimanfaatkan Amerika mendeklarasikan khilafah setelah masuk ke Mosul. 

Maka Amerika memblow up aksi-aksi ISIS dalam bentuk pembunuhan, pembakaran dan pengusiran warga sipil dan Amerika berusaha mengaitkan aksi-aksi ini dengan khilafah.Akan tetapi, Allah menggagalkan aksi-aksi mereka. Masyarakat pun tahu bahwa Khilafah al-Baghdadi tidak lain hanyalah senda gurau (nonsense).

Pendalaman lihat :


Perang Proxy di Yaman, Korbankan Rakyat Sipil

Lebih dari satu tahun sudah konflik di Yaman pecah. Sejak Maret 2015 hingga saat ini, sedikitnya 10 ribu orang tewas dalam perang Yaman. Angka tersebut jauh melebihi perkiraan semula mengenai jumlah korban tewas, yakni 6.000 orang. Fakta itu diungkapkan Koordinator Bantuan Kemanusiaan PBB Jamie McGoldrick dalam sebuah konferensi pers di Sanaa. Angka tersebut diperolehnya berdasarkan informasi resmi dari fasilitas medis yang berada di Yaman.

Konflik Yaman yang telah berlangsung selama 18 bulan juga menyebabkan tiga juta orang mengungsi dari rumahnya. Konflik juga memaksa 200 ribu orang mencari suaka politik di luar negeri. PBB mendapat informasi bahwa 900 ribu dari tiga juta orang itu ingin kembali ke rumah mereka. “Ini adalah tantangan yang sulit, terutama di sejumlah area yang masih terdampak konflik Yaman,” ujar McGoldrick, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (30/8/2016). Sebanyak 14 juta dari 26 juta penduduk Yaman kini memerlukan bantuan makanan. Bahkan, tujuh juta di antaranya menderita krisis bahan pangan.

Lagi-lagi apa yang terjadi di Yaman tidak bisa dilepaskan dari peran Amerika dan Inggris. Yang sesungguhnya terjadi di Yaman adalah perang proxy, antara pengikut Amerika dan Inggris. Sejak lama Amerika ingin merebut pengaruh Inggris di Yaman, kalaupun tidak bisa sepenuhnya, paling tidak memperlemah. 

Untuk itu Amerika menggunakan Houthi dan pengikutnya yang didukung Iran. Sementara Inggris bermain dengan pengikut setianya Hadi dan Saleh dan kelompok-kelompok pendukungnya. Sementara itu keterlibatan Saudi dalam perang ini, tidak lain untuk memuluskan kepentingan Amerika untuk menciptakan kondisi di mana keduabelah yang bertikai , harus menerima jalan kompromi. Jalan yang akan dikendalikan Amerika Serikat.

Pendalaman lihat :



Muslim Rohingya, Menderita Tanpa Pembela

Umat Islam di wilayah Rakhine atau Arakan, Burma, sebagaimana juga diakui oleh Amnesty Internasional, hingga saat ini terus menghadapi berbagai aksi kekerasan dan pembunuhan massal oleh para ekstrimis Budha dengan disaksikan sendiri oleh pihak pemerintah Burma.Umat Islam Rohingya yang sejatinya telah tinggal di wilayah Rakhine atau Arakan sejak abad ke 8, kini tidak punya negara atau stateless.

Pemerintah Burma terus melakukan tindakan dzalim: membatasi gerak muslim Rohingya, tidak memberi hak atas tanah, pendidikan dan layanan publik. Badan pengungsi PBB, UNHCR, menyebut, akibat penyerangan yang terus terjadi, puluhan ribu kaum Muslim tewas, ratusan ribuan lagi terpaksa lari ke berbagai wilayah seperti Bangladesh, Malaysia atau Thailand dan Indonesia. 

Mereka, “manusia perahu”, terkatung di lautan mencari suaka ke negeri yang aman, namun tetap kembali terusir, seolah tak ada bagian di bumi ini untuk berlindung. Menurut UNHCR, sekitar satu juta orang muslim Rohingya kini terpaksa hidup di luar Myanmar, tapi belum ada negara ketiga yang bersedia menerima mereka secara permanen. 

Dengan semua kebijakannya itu, tak dapat ditutupi, pemerintah Burma memang berniat untuk menghabisi muslim Rohingya (muslim cleansing). Negara yang disana ada peraih nobel perdamaian, yang mestinya melindungi, justru menyebut mereka “A threat national security”.

Pada 9 Oktober 2016 Distrik Maungdauw Utara Provinsi Rakhine, sekelompok orang menyerang 3 pos polisi di Tatmadaw. Pemerintah secara serta merta menuduh militan Rohingya bertanggungjawab dalam serangan itu. Jam malam dan operasi militer diberlakukan sebagai responnya. Akibatnya, lebih 200 orang tewas dalam operasi militer selama 2 pekan. 

Human Right Watch melaporkan pembumihangusan pemukiman Rohingya kembali terjadi. Pembakaran diikuti makin gencarnya operasi militer kepada sipil Rohingya, dengan alasan memerangi ekstremis. 30.000 orang mengungsi bahkan meregang nyawa. Akses bantuan dan pergerakan luar dibatasi oleh rezim bengis ini. Kemana lagi saudara muslim kita dapat berlindung? Sementara penguasa negeri muslim seperti bungkam dan tidak berbuat apa-apa.

Kenyataan di atas tentu amat memilukan. Muslim Rohingya adalah bagian tak terpisahkan dari umat Islam dunia yang saat ini berjumlah lebih dari 1,6 miliar orang. Bagaimana mungkin umat Islam yang demikian banyak itu tidak mampu melindungi saudaranya yang sedang teraniaya hebat. 

Dimana izzah atau kemuliaan umat? 

Fakta ini, bersama dengan penderitaan serupa yang dialami oleh umat Islam di Pattani, Thailand Selatan, Moro, Philipina Selatan serta Irak, Afghanistan dan Palestina, menunjukkan satu hal: umat Islam lemah tak berdaya setelah payung dunia Islam, daulah Khilafah, runtuh pada 1924.

Muslim Turkistan Timur (Xianjiang) Terus Diteror Rezim Komunis China

Nasim Muslim di wilayah Turkistan Timur (Xianjiang) yang diduduki China masih menyedihkan. Bukan saja mendapatkan prilaku brutal seperti penangkapan, penyiksaan, dengan tuduhan teroris, umat Islam juga dipersulit menjalankan ibadah mereka. Rezim komunis China ini melarang pegawai negeri, anak-anak pelajar , mahasiswa untuk menunaikan ibadah berpuasa di bulan ramadhan. 

Pada bulan juni 2016, sebuah situs web yang dikelola biro pendidikan di wilayah Shuimogou ibukota Urumqi, memposting pengumuman menyerukan agar mencegah para siswa dan guru dari semua sekolah untuk memasuki masjid dan mengikuti kegiatan keagaman selam bulan ramadhan. Masjid-masjid pun diawasi secara ketat. Ibadah haji pun diperketat.

Rezim komunis Cina ini berusaha mencabut identitas Islam dari muslim Xianjiang. Mereka melarang muslimah yang berpakaian sesuai syariat Islam dan pria muslim berjenggot untuk naik bis-bis umum. Tahun lalu pemerintah Cina memaksa imam di Xinjiang menari di jalanan dan bersumpah tidak akan mengajarkan agama yang membahayakan jiwa anak-anak. Seluruh imam di Xinjiang dikumpulkan di lapangan dan dipaksa menari dan bernyanyii sambil mengayunkan pamflet bertuliskan “Pendapatan kami berasal dari Partai Komunis Cina bukan dari Allah”.

Untuk memperlemah umat Islam di Xianjiang, pemerintah China disamping melakukan penangkapan dan penyiksaan , juga melakukan kejahatan demografis dengan mengerahkan imigran suka Han ke Turkistan Timur. Sementara itu, wanita muslim dipaksa untuk melakukan aborsi untuk menekan pertambahan penduduk dari muslim. Suku Han inilah yang kini mendominasi segala aspek di sana, yang menimbulkan persaingan merebutkan air dan sumber alam di daerah-daerah dan pekerjaan di perkotaan.

Dalam laporannya, Amnesty International menyebutkan di sektor pertanian, petani Uyghur bertambah miskin karena kebijakan pemerintah. Diperparah lagi dengan dengan kenaikan pajak dan praktik-praktik yang diskriminatif serta korup. Di beberapa daerah, para petani Uyghur terpaksa menjual hasil panen mereka melalui instansi pemerintah yang membelinya dengan harga yang terlampau murah ketimbang di pasar. Sementara itu petani Han dibolehkan berdagang tanpa kesulitan yang berarti dari pemerintah. Hingga saat ini perhatian dunia terhada derita umat Islam di sana sangatlah minim, termasuk dari dunia Islam.

Nasib umat Islam di wilayah-wilayah lain juga tidak kalah menyedihkannya. Di Asia Tengah, umat Islam harus menghadapi rezim-rezim eks komunis anti Islam yang sangat represif. Ribuan aktifis-aktifis Islam di kawasan ini, dipenjara, ditangkap hingga dibunuh, tanpa proses pengadilan yang obyektif. Seperti biasa, tuduhan teroris selalu dipakai, meskipun para aktifis Islam tidak menggunakan senjata dalam perjuangannya.

Kematian sang penjagal Karimov di Uzbekistan pada September 2016, tidak menghentikan kejahatan penguasa yang melanjutkan kebengisannya. Tentang kejahatan Karimov ini, Human Rights Watch mengatakan: “Presiden otoriter Uzbekistan, Karimov, yang dilaporkan meninggal pada 2 September 2016, meninggalkan warisan penindasan (represif) politik dan agama. 

Selama pemerintahan Karimov, yang berlangsung lebih dari 26 tahun, pihak berwenang telah menangkap ribuan orang atas tuduhan yang bermotif politik, menyiksa mereka secara rutin di penjara dan kantor polisi, dan memaksa jutaan warga, termasuk anak-anak memetik kapas dalam kondisi yang kejam. Pasukan pemerintah Uzbekistan membunuh ratusan demonstran damai di kota Andijan pada 13 Mei 2005, dimana tidak seorang pun yang diberikan keadilan. 

Saat ini ada 6 ribu aktivis Hizbut Tahrir di penjara-penjara Uzbekistan, yang belum dibebaskan hingga ini. Rezim Asia Tengah lainya, rezim Kazakhtan yang mewarisi kejahatan ala komunis, tidak kalah anti Islamnya. Mereka melarang penggunaan hijab oleh pelajar muslimah dengan alasan mengancam sekulerisme.

Hingga saat ini, Palestina, Pakistan, Afghanistan, dan beberapa wilayah negeri Islam lainnya masih dijajah. Di sisi lain, umat Islam di negara-negara Eropa, yang menjadi minoritas, harus menghadapi serangan akibat Islamophobia semakin meningkat. Yang menjadi korbannya adalah para muslimah yang menggunakan hijab, laki-laki muslim, termasuk masjid-masjid yang dibakar atau dilempari kotoran.

Terkait dengan apa yang terjadi pada tubuh umat Islam, Ismail Yusanto juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia, menegaskan bahwa umat Islam di seluruh dunia amat menantikan kehadiran kembali Khilafah Rasyidah yang akan menyatukan umat Islam dengan persatuan yang hakiki, lalu dengan kekuatan itu membebaskan negeri-negeri muslim dan melindungi warganya, termasuk di Suriah, dan negeri-negeri lainnya, dari penguasa yang dzalim.

“Khilafahlah yang akan menerapkan syaria secara kaffah sedemikian sehingga Islam rahmatan lil alamin bisa terwujud secara nyata. Oleh karena itu, umat Islam terus berjuang bahu membahu bagi tegaknya kembali al khilafah itu,” tegasnya. [HTI] Farid Wadjdi

Contributors

Powered by Blogger.